Presiden Sri Lanka Tutup Kuping dari Desakan Mundur saat Krisis
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa menolak desakan untuk mengundurkan diri di tengah krisis ekonomi. Namun, ia berjanji untuk menyerahkan sebagian besar kekuasaan eksekutifnya.
Dalam pidato pertamanya sejak rentetan demo yang menuntutnya mundur, ia menyatakan akan mengumumkan pemerintah persatuan dalam beberapa hari mendatang.
"Saya akan menunjuk seorang perdana menteri yang akan memimpin mayoritas di parlemen dan kepercayaan rakyat," kata Rajapaksa dalam pidato yang disiarkan televisi, seperti dikutip dari AFP, Rabu (11/5).
Kendati demikian, dia tidak menyebutkan pengganti kakak laki-lakinya Mahinda Rajapaksa, yang mundur dari kursi perdana menteri pada Senin lalu.
"Saya akan bekerja untuk memberikan lebih banyak kekuasaan kepada parlemen dan mengaktifkan elemen-elemen kunci dari amandemen ke-19 konstitusi," katanya merujuk pada reformasi demokrasi yang dia batalkan tak lama setelah terpilih pada 2019.
Janji Rajapaksa untuk mengembalikan amandemen itu akan membuat dia kehilangan wewenang untuk mengontrol penunjukan pejabat senior untuk layanan publik, polisi, kantor pemilihan dan peradilan.
Selama beberapa bulan terakhir, warga Sri Lanka menderita karena pemadaman listrik, kekurangan makanan, hingga kelangkaan bahan bakar. Kondisi ini terjadi setelah pemerintah kehabisan devisa untuk membayar impor.
Rajapaksa mengatakan dia membutuhkan dukungan publik "untuk memastikan bahwa negara ini tidak runtuh dan kami dapat menyediakan kebutuhan pokok untuk semua."
Hal itu dilontarkan setelah Gubernur Bank Sentral Sri Lanka Nandalal Weerasinghe memperingatkan ekonomi akan "runtuh" kecuali pemerintah baru segera ditunjuk.
Ribuan pengunjuk rasa berkemah di luar kantor presiden di pinggir laut Kota Kolombo selama lebih dari sebulan untuk mendesaknya mundur.
Pemerintah juga memberlakukan jam malam nasional setelah loyalis pemerintah menyerang pengunjuk rasa anti-Rajapaksa awal pekan ini. Aturan itu memicu pembalasan oleh massa yang marah dengan membakar puluhan rumah milik anggota parlemen dan pendukung pemerintah.
(afp/sfr)