Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris memimpin tim delegasi tingkat tinggi saat bertemu dengan Presiden Baru Uni Emirat Arab (UEA) Pangeran Mohamed bin Zayed. Seperti diketahui, MBZ terpilih sebagai Presiden UEA untuk menggantikan kakaknya, Sheikh Khalifa, yang wafat pada Jumat (13/5).
Tim yang dipimpin Harris itu berisikan sejumlah pejabat teras, di antaranya Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Pertahanan Lloyd Austin, dan Kepala CIA William Burns. Kemudian, turut hadir pula utusan khusus Presiden Biden John Kerry, serta Koordinator Dewan Keamanan Nasional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Brett McGurk.
"Amerika Serikat menganggap serius kekuatan hubungan dan kemitraan dengan UEA," kata Harris sebelum keberangkatannya ke Abu Dhabi, sebagaimana dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami ke sana tidak hanya untuk menyampaikan duka cita, tapi juga ingin menunjukkan komitmen kami untuk memperkuat dan melanjutkan hubungan (antara AS dan UEA)," lanjutnya.
Kedatangan pejabat teras AS itu tampaknya sekaligus untuk memperbaiki hubungan antara kedua negara tersebut yang memburuk sejak Presiden AS Joe Biden terpilih menggantikan Donald Trump di Gedung Putih pada Januari 2021.
Duta Besar UAE untuk AS Yousef Al Otaiba mengatakan, hubungan antara kedua negara sempat melalui ketegangan pada Maret lalu.
Blinken yang tiba di Abu Dhabi lebih dulu dibanding delegasi lainnya juga telah menyampaikan selamat kepada MBZ setelah menjadi presiden. Menurutnya, MBZ bakal mengikuti jejak almarhum sang kakak, Sheikh Khalifa.
"Dia akan melanjutkan warisan dari Sheikh Khalifa bin Zaled. Saya berharap dapat melanjutkan kerja sama antara negara ini," ujar Blinken.
Seperti diketahui, UEA menampung pasukan AS dan telah menjadi mitra strategis Washington selama beberapa dekade terakhir. Namun, baru-baru ini, UEA juga mulai menjalin kedekatan dengan Rusia secara ekonomi dan politik.
AS dan UEA memang sempat menjalani hubungan baik saat Trump memimpin negara adidaya itu. Namun, di bawah kepemimpinan Biden, AS bersikap lebih keras, terutama terkait masalah HAM dan kesepakatan senjata.
Hubungan keduanya semakin tegang kala UEA abstain dari pemungutan suara pada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut penarikan militer Rusia dari Ukraina.
Abu Dhabi juga tidak menunjukkan ketertarikan untuk meningkatkan produksi minyak setelah harga melonjak tinggi akibat invasi Rusia.
Sementara, UEA juga berulang kali mendesak agar Washington 'mendukung penunjukan ulang' pemberontak Huthi Yaman yang didukung Iran sebagai 'organisasi teroris asing. Label itu sempat diberikan Trump, namun dibatalkan oleh pemerintahan Biden.
UEA merupakan bagian koalisi militer pimpinan Arab Saudi yang telah berjuang untuk Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional dalam perang saudara melawan Huthi sejak 2015.
Kemudian, pada Desember 2021, UEA mengancam akan membatalkan pembelian besar-besaran jet tempur F-35 AS, sebagai bentuk protes kepada Washington.
Sementara itu, pada Januari 2022, tiga pekerja minyak tewas dalam serangan drone dan rudal Huthi di Abu Dhabi. Pasukan AS yang bermarkas di sana menembakkan Patriot untuk membantu menggagalkan serangan lebih lanjut.
(dmi/isn)