Sederet kabar meramaikan berita internasional Selasa (14/6), mulai dari festival ganja di Thailand hingga pemerintahan Israel terancam bubar akibat gesekan di tubuh koalisi berkuasa.
Bau asap menyengat dan canda tawa terdengar saat ribuan warga menghadiri festival ganja di Thailand pada akhir pekan lalu, setelah pemerintah melegalkan penggunaan mariyuana untuk medis dan kosmetik.
Ribuan orang itu menikmati festival yang digelar kelompok advokasi ganja, Highland Network, di White Sands Beach. Provinsi Nakhon Pathom, Bangkok timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Undang-undang terbaru Thailand memang tak jelas mengatur mengenai penggunaan ganja untuk rekreasi atau kesenangan.
Aparat sebenarnya dapat menangkap warga yang mengisap ganja di luar rumah. Namun, penangkapan itu berlandaskan aturan mengenai "gangguan publik", bukan terkait penyalahgunaan narkoba.
Pasukan Rusia semakin ganas menggempur Kota Severodonetsk, wilayah timur Ukraina.
Kepala administrasi militer wilayah Luhansk, Serhiy Hayday, mengatakan bahwa pasukan Rusia menguasai sebagian besar Severodonetsk, diperkirakan hingga sekitar 70 hingga 80 persen wilayah kota.
Namun, Hayday membantah klaim separatis Republik Rakyat Luhansk (LPR) yang menyatakan bahwa pasukan Rusia sudah menguasai keseluruhan Severodonetsk.
Presiden Ukraina,Volodymyr Zelensky, mengatakan bahwa Severodonetsk merupakan episentrum peperangan di Donbas. Menurutnya, nasib Dobas ditentukan pertempuran Rusia vs Ukraina di Severodonetsk.
Pemerintahan Israel terancam hancur setelah seorang anggota parlemen dari partai Perdana Menteri Naftali Bennett, Yamina, dikabarkan mengundurkan diri.
"Saya sudah menginformasikan kepada perdana menteri bahwa berdasarkan situasi terkini, saya bukan lagi bagian dari koalisi," ujar anggota parlemen dari Partai Yamina, Nir Orbach, sebagaimana dilansir Reuters, Senin (13/6).
Melalui pernyataan itu, Orbach juga menyebut bahwa anggota parlemen "ekstremis dan anti-Zionis" membuat koalisi berkuasa bergerak ke "arah yang problematis."
Kepergian Orbach membuat koalisi Bennett kekurangan dua kursi untuk memegang mayoritas, yaitu hanya 59 kursi dari 120 keseluruhan anggota parlemen.
Alhasil, Israel terancam harus kembali menggelar pemilu. Jika benar terjadi, ini bakal menjadi pemilu ketiga dalam lima tahun belakangan.
(has)