Peringatan Hari Pengungsi Sedunia dan Kesamaan Hak Mencari Keselamatan

IOM UN | CNN Indonesia
Kamis, 30 Jun 2022 21:00 WIB
Pada peringatan Hari Pengungsi Sedunia 2022 ini, IOM UN berfokus pada kesamaan hak untuk mencari keselamatan bagi para pengungsi.
Solaiman, pengungsi berusia 29 tahun dari Afghanistan yang kini tinggal di Kupang harus menunggu 9 tahun sebelum akhirnya mendapatkan resettlement. (Arsip IOM UN).
Jakarta, CNN Indonesia --

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan tanggal 20 Juni sebagai Hari Pengungsi Sedunia. Hari internasional ini dirancang dan diselenggarakan untuk menghormati para pengungsi dari seluruh dunia.

Pada 2022 ini, peringatan Hari Pengungsi Sedunia berfokus pada kesamaan hak untuk mencari keselamatan.

"Tahun ini, Hari Pengungsi Sedunia menyebarkan pesan bahwa setiap orang di planet bumi ini memiliki hak untuk mencari keselamatan," demikian keterangan resmi International Organization for Migration (IOM) atau Organisasi Internasional untuk Migrasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

IOM yang merupakan bagian dari United Nations menyebut setiap tahunnya pada 20 Juni, Hari Pengungsi Sedunia diperingati untuk menghormati kekuatan dan keberanian orang-orang yang meninggalkan negara asal. Terutama untuk menghindari konflik atau persekusi.

"Hal ini juga merupakan pengingat bagi kita semua untuk saling bahu-membahu dalam membangun empati dan pemahaman terhadap penderitaan para pengungsi dan mengenali ketahanan mereka dalam membangun kembali kehidupan mereka," tulis IOM.

IOM menjabarkan, ada lima dasar dalam mencari keselamatan bagi pengungsi, yakni hak untuk mencari suaka, akses yang aman terhadap perlindungan, tidak ada penolakan, tidak ada diskriminasi, dan perlakuan yang manusiawi.

Tiga dasar pertama fokus pada kebijakan Negara. Sementara dua dasar terakhir terkait kontribusi masyarakat setempat sebagai 'tuan rumah' bagi pengungsi.

Menurut IOM, semua itu dimulai dengan tindakan kebajikan. IOM meminta masyarakat harus memperlakukan pengungsi dengan kasih dan kepedulian.

Masyarakat dunia juga harus membangun empati dan pemahaman agar dapat membantu menyembuhkan dan mengubah keputusasaan pengungsi menjadi harapan.

Solaiman contohnya, seorang pengungsi Afghanistan yang saat ini tinggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Laki-laki berusia 29 tahun ini harus menunggu sembilan tahun sebelum akhirnya berkesempatan untuk mendapat tempat tinggal baru atau resettlement di Australia.

Seperti ribuan pengungsi lainnya di Indonesia, Solaiman melarikan diri dari negaranya untuk mencari pelindungan. Selama pelarian, dia juga pernah berada dalam keputusasaan.

"Sampai dia bertemu dengan seorang penjahit lokal yang menerimanya sebagai murid dan akhirnya magang sebagai penjahit setelan jas," tulis IOM.

Dari jumlah pengungsi di Indonesia sebanyak 13.200 jiwa, Solaiman merupakan satu di antara 7.200 pengungsi yang mendapatkan bantuan melalui program 'Peduli Refugee' dari IOM di Indonesia.

Dengan berkoordinasi dengan otoritas lokal, IOM menyediakan akses ke berbagai layanan untuk memenuhi kebutuhan dasar pengungsi. Mulai dari perawatan medis, akomodasi berbasis masyarakat, pendidikan formal dan informal, hingga bantuan pemulangan sukarela.

IOM menyadari, menjadi pengungsi seperti Solaiman bukan perkara mudah. Banyak rintangan dan berbahaya yang harus dihadapi untuk mencari tempat yang aman.

Sebagian besar dari mereka yang harus meninggalkan daerah asal terpaksa bermigrasi ke tempat aman melewati berbagai jalur berbahaya. Belum lagi perlakuan diskriminasi di tempat baru kerap dihadapi pengungsi.

"Selain itu, banyak yang harus menunggu bertahun-tahun untuk solusi jangka panjang yang tersedia untuk mereka," tulis IOM lagi.

(osc)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER