Moldova Takut Ikut Jadi Target Invasi: Tidak Ada yang Aman dari Rusia
Perdana Menteri Moldova Natalia Gavrilita mengaku "sangat khawatir" jika negaranya menjadi target invasi Rusia selanjutnya setelah Ukraina.
Gavrilita khawatir jika invasi Rusia terus meluas hingga ke selatan dan barat daya Ukraina hingga akhirnya mendekati perbatasan Moldova. Sebab, alih-alih menghentikan gempuran, Rusia malah memperluas daerah invasinya dari Donbas di daerah timur menjadi ke tenggara dan selatan negara eks Uni Soviet itu.
"Ini adalah skenario hipotesis untuk saat ini, tetapi jika tindakan militer bergerak lebih jauh ke bagian barat daya Ukraina dan menuju Odessa, maka tentu saja kami sangat khawatir," kata Gravrilita dalam wawancara khusus dengan presenter CNN Fareed Zakaria pada Minggu (24/7).
Kekhawatiran Moldova, negara Eropa dan juga bekas pecahan Uni Soviet, memiliki banyak kesamaan dengan tetangganya, Ukraina.
Keduanya sama-sama menjadi negara dengan pertumbuhan demokrasi paling pesat di kawasan dan terus menjalin kedekatan dengan Barat. Kedua hal itu kurang disukai Rusia.
Selama ini, Rusia juga diyakini masih menyimpan ambisinya untuk mempertahankan pengaruh Uni Soviet, termasuk di negara-negara bekas pencahannya.
Selain itu, sama seperti Ukraina, Moldova juga telah lama berhadapan dengan gerakan separatis pro-Rusia di Transnistria, wilayah di pinggiran barat yang berbatasan langsung dengan Ukraina.
"Kami sangat khawatir, terutama mengingat tentara (Rusia) ada di wilayah Transnistria. Kami melakukan semua hal yang mungkin untuk menjaga stabilitas dan perdamaian dan memastikan konflik tak bereskalasi," papar Gravrilita seperti dikutip CNN.
Separatis Transnistria bahkan telah mendeklarasikan ingin bergabung dengan Rusia. Menteri Luar Negeri Transnistria, Vitaly Ignatiev, megatakan kepada kantor berita Rusia RIA bahwa operasi militer Moskow ke Ukraina tidak mempengaruhi tujuan awal daerahnya untuk secara resmi merdeka dan bergabung dengan Rusia.
Menurut Ignatiev, keinginan Transnistria untuk bergabung dengan Rusia sesuai dengan referendum yang telah dilangsungkan pada 2006.
"Vektor Transnistria tetap tidak berubah sepanjang keberadaan republik - tercermin dalam hasil referendum pada 17 September 2006, di mana dinyatakan dengan jelas: kemerdekaan dengan aksesi bebas ke Federasi Rusia," kata Ignatiev kepada RIA seperti dikutip Reuters.
Meski mengklaim telah menggelar referendum pemisahan, Transnistria masih diakui bagian dari Moldova secara internasional. Daerah separatis ini terletak di sebidang tanah tipis di sepanjang perbatasan Moldova dengan barat daya Ukraina.
Separatis Transnistria muncul ketika keruntuhan Uni Soviet memicu perang pecah antara faksi pro-Moldova dan pro-Rusia soal penentuan masa depan wilayah tersebut.
Perang Moldova pun secara teknis masih berlangsung lantaran konflik hanya diakhiri oleh kesepakatan gencatan senjata pada 1992. Namun, status politik Transnistria hingga kini masih dibekukan.
Saat ini, Transnistria mengklaim sebagai negara yang memisahkan diri dengan Moldova dan sangat bergantung dengan dukungan Moskow.