Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, memecat sejumlah menteri yang diduga terkait dengan Gereja Unifikasi untuk menggenjot popularitas partainya. Namun ternyata, upaya itu gagal.
Kegagalan itu tercermin dari hasil jajak pendapat sejumlah media yang dirilis pada Kamis (10/8), sehari setelah Kishida memecat sederet anggota kabinetnya.
Survei harian Yomiuri menunjukkan 55 persen responden menganggap langkah Kishida itu tak tepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dukungan untuk kabinetnya pun merosot ke angka 51 persen, turun 6 angka dari survei pada 5-7 Agustus lalu.
Dalam jajak pendapat yang digelar harian Nikkei, 86 persen responden juga menganggap keputusan Kishida tak serta merta "menghapus kekhawatiran" mereka atas keterkaitan partai berkuasa dengan Gereja Unifikasi.
Merespons survei itu, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Hirozaku Matsuno, mengatakan bahwa pemerintah akan mendengarkan dengan seksama pendapat rakyat dan menanggapinya.
Gereja Unifikasi menjadi sorotan karena terseret dalam kasus pembunuhan Shinzo Abe pada 8 Juli lalu.
Pelaku penembakan Abe, Tetsuya Yamagami, mengaku memang berniat membunuh sang mantan pemimpin Negeri Matahari Terbit itu karena terkait dengan Gereja Unifikasi.
Yamagami memendam dendam karena keluarganya jatuh miskin setelah ibunya mengucurkan banyak dana untuk donasi Gereja Unifikasi.
Keluarga Abe memang memiliki rekam jejak kedekatan dengan Gereja Unifikasi, begitu pula sejumlah anggota partai berkuasa.
Sejak tragedi pembunuhan Abe, dukungan publik terhadap Kishida dan partai berkuasa pun merosot, dari 59 persen menjadi 46 persen dalam kurun tiga pekan.
Kantor penyiaran publik Jepang, NHK, melaporkan bahwa ini merupakan angka popularitas terendah Kishida selama menjabat sebagai PM.