Ukraina tengah menyusun rencana untuk memastikan Presiden Rusia Vladimir Putin dan para komandan militernya diadili di pengadilan internasional setelah melancarkan invasi ke negaranya sejak Februari lalu.
Wakil kepala pemerintahan Ukraina, Andrii Smirnov, merupakan pejabat utama di Ukraina yang diberi mandat menyusun strategi yang akan memastikan Putin diadili di pengadilan internasional.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"[Pengadilan internasional] hanya cara untuk memastikan bahwa kejahatan yang sudah dimulai dalam perang Ukraina dimintai pertanggungjawaban dengan cepat," kata Smirnov seperti dikutip AFP, Jumat (25/8).
Ia kemudian berujar, "Dunia memiliki memori yang singkat. Itulah mengapa saya ingin pengadilan ini memulai mengerjakan [kasus kejahatan agresi] tahun depan."
Ukraina menyadari bahwa tuntutan hukum mereka terhadap pasukan Rusia tak bisa dilayangkan. Namun, Smirnov meyakini pengadilan internasional bisa memastikan orang-orang yang memerintahkan invasi bisa dicap sebagai penjahat perang.
"Dan mereka tak bisa bepergian di dunia yang beradab," ujar Smirnov.
Definisi kejahatan agresi merujuk pada Statuta Roma 2010 dan gagasan serupa soal kejahatan terhadap perdamaian yang digunakan dalam pengadilan di Nuremberg dan Tokyo usai Perang Dunia II.
Pengadilan kriminal internasional telah menyelidiki kejahatan perang, kejahatan melawan kemanusiaan, dan genosida di Ukraina.
Namun, investigasi tersebut tak bisa menjadi bukti dalam tuduhan agresi karena Rusia dan Ukraina tak meratifikasi statuta Roma.
Ukraina telah merancang sebuah perjanjian internasional dan pemerintah siap menandatanganinya.
Pengadilan kemudian akan mengakui negara yang menandatangani. Artinya, setiap pelanggar bisa ditangkap di negara yang meratifikasi kesepakatan tersebut.
Smirnov mengatakan beberapa negara tengah menyiapkan dokumen untuk turut menandatangani perjanjian itu sebelum akhir 2022.
Sementara itu, ia juga mengatakan negosiasi sedang berlangsung dengan beberapa sejumlah negara Eropa yang bersedia menjadi tuan rumah pengadilan.
"Kami ingin pengadilan ini memutuskan sebelum mengakui," kata Smirnov. Terlepas dari itu, ia betul-betul mengetahui pengadilan butuh legitimiasi yang kuat.
Sejauh ini, negara yang mendukung proposal itu salah satunya Polandia. Sementara itu, Jerman dan Prancis baru memberi respons yang menyambut baik proposal itu.
"Beberapa negara, sembari mengakui agresi di Ukraina, mencoba membuka peluang untuk negosiasi dengan Presiden Vladimir Putin," kata dia.
Namun, dukungan sejumlah negara bahkan dari Eropa sangat lambat terkait gagasan ini.
Pada 19 Mei, Parlemen Uni Eropa meminta pengadilan internasional untuk menginvestigasi kejahatan perang di Ukraina.
Menteri Luar Negeri Belanda, Wopke Hoekstra mengatakan, pertanyaan tentang pengadilan khusus adalah "poin yang sangat valid".
Terlepas dari itu, hakim Ukraina telah mengidentifikasi sekitar 600 pelaku dalam agresi, termasuk para pejabat militer, dan politisi.
(isa/rds)