Presiden Volodymyr Zelensky menjerit ketika Rusia membombardir Ukraina dari berbagai penjuru, Senin (10/10), usai Presiden Vladimir Putin menuding Kyiv sebagai dalang di balik ledakan di jembatan Crimea.
"Mereka mencoba menghancurkan kami dan menghapus kami dari muka bumi, menghapus rakyat kami yang sedang tertidur di rumah mereka di Zaporizhzhia. Mereka membunuh orang yang sedang berangkat kerja di Dnipro dan Kyiv," ujar Zelensky, seperti dikutip Reuters.
Ia kemudian berkata, "Sirene serangan udara tak pernah berhenti di seluruh Ukraina. Selalu ada rudal-rudal menghantam. Sayangnya, ada kematian dan yang terluka."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zelensky menjerit ketika negaranya diserang di berbagai penjuru pada Senin. Di Ibu Kota Ukraina, Kyiv, sejumlah ledakan terdengar.
Sementara itu, di barat Ukraina, tepatnya kota yang selama ini dianggap paling aman di Lviv, serangan Rusia juga membara.
Serangan di pusat dan barat Ukraina sangat jarang terjadi sejak invasi dimulai. Selama ini, Rusia hanya berfokus di bagian timur Ukraina.
Namun kini, Wakil Kepala Kantor Kepresidenan Ukraina, Kyrylo Tymoshenko, melaporkan bahwa serangan rudal terjadi di banyak kota.
"Ukraina dikepung serangan rudal. Ada informasi serangan di banyak kota di negara kami," ucap Tymoshenko.
Ia lantas menyerukan agar semua warga untuk tetap "di dalam tempat perlindungan."
Sejumlah analis memang sudah memperingatkan bahwa Putin akan membalas serangan di jembatan Crimea dengan gila-gilaan.
Seorang analis CNN International, Jill Dougherty, mengakui bahwa kerusakan fisik akibat serangan di jembatan yang menghubungkan Rusia dengan Crimea itu memang mungkin bisa diperbaiki dengan cepat.
Namun, kerusakan jembatan terpanjang di Eropa itu mencoreng nama baik Putin yang dengan bangga mencaplok Crimea dari Ukraina pada 2014 lalu.
"Ini merupakan jembatan dia, proyek dia, dibangun dengan dana nyaris US$4 miliar dari kas Rusia. Ini merupakan simbol penyatuan Rusia dan Ukraina, atau setidaknya kawasan yang secara legal masih bagian dari Ukraina," tulis Dougherty di CNN.
Ia kemudian menuliskan, "[Jembatan itu] bukan hanya krusial untuk upaya perang Putin, tapi juga obsesinya mengembalikan Ukraina ke bawah kendali Rusia."