Keluh Tentara Rusia di Ukraina: Ogah Perang sampai Tak Digaji

CNN Indonesia
Senin, 21 Nov 2022 15:53 WIB
Semakin banyak tentara Rusia yang mengeluh di medan perang Ukraina soal ketidakjelasan komando dan taktik perang sampai belum menerima gaji.
Semakin banyak tentara Rusia yang mengeluh di medan perang Ukraina soal ketidakjelasan komando dan taktik perang sampai belum menerima gaji. (Foto: via REUTERS/RUSSIAN DEFENCE MINISTRY)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengerahan ribuan pasukan cadangan Rusia ke Ukraina dalam beberapa waktu terakhir semakin memperluas protes dan keluhan dari para tentara di medan perang.

Sejak akhir September, sebanyak 50 ribu tentara cadangan telah dikirim Rusia ke Ukraina. Berbagai daftar keluhan para pasukan Rusia di medan perang pun kian panjang diterima sejumlah pihak mulai dari minim komando para perwira, taktik perang yang jadi bumerang, tidak ada pelatihan yang memadai, sampai upah yang tak kunjung diterima para personel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya itu, para tentara Rusia di garis depan perang juga mengeluh soal kesulitan logistik, minim pasokan makanan, hingga seragam yang tidak mencukupi.

Seorang ahli militer Rusia di Institute for the Study of War yang berbasis di Washington, AS, Kateryna Stepanenko, mengatakan banyak keluhan yang dilayangkan pihak keluarga bahwa tentara Rusia mayoritas tidak diketahui keberadaannya hingga belum menerima pembayaran upah selama berperang di Ukraina.

"Keluhan paling umum dari keluarga ini adalah kurangnya informasi dari Kementerian Pertahanan tentang keberadaan orang yang mereka cintai, gaji tertunda, serta kurangnya persediaan (air, pakaian, dan senjata)," kata Stepanenko, seperti dikutip CNN, Senin (21/11).

Sebuah video yang diunggah di Youtube menunjukkan selusin wanita dengan sejumlah anak kecil yang berasal dari Sverdlovsk mengeluh keluarga mereka tidak mendapat kebutuhan memadai selama mengabdi di sana.

[Gambas:Video CNN]

Seorang wanita mengatakan bahwa putranya menelepon dan mengaku mereka "dibiarkan tanpa perintah apapun, tanpa amunisi, kelaparan dan kedinginan, (dan) mereka semua sakit."

Ia juga mengatakan bahwa putranya tidak digaji dan luntang-lantung karena tidak ditugaskan di unit militer manapun.

"Mereka tidak dibayar. Mereka tidak ditugaskan ke unit militer manapun. Di mana mencarinya, siapa yang harus ditanyakan, kami tidak tahu," ujar dia.

Sebuah video juga sempat beredar pada bulan ini dan menunjukkan puluhan pria di Chuvashia, sebuah republik di Rusia tengah, marah karena tidak menerima 195 ribu rubel yang dijanjikan pemerintah dalam sebuah dekrit yang ditandatangani oleh Presiden Vladimir Putin.

Banyak dari kerabat pasukan militer juga mendesak kompensasi yang belum dibayar, misalnya untuk membeli seragam. CNN juga menemukan banyak keluhan semacam itu di media sosial pemerintah daerah.

Stepanenko menilai kemungkinan "banyaknya laporan kematian maupun kurangnya gaji bisa memicu kekesalan orang Rusia, baik mereka yang pro-perang maupun yang hanya terlibat dalam perang karena mobilisasi."

Selain masalah gaji, persoalan mobilisasi juga kerap dikeluhkan. Sebab, para pasukan yang dimobilisasi itu sebagian besar tidak berpengalaman.

Kementerian Pertahanan Inggris pekan lalu mengatakan bahwa Rusia saat ini kemungkinan tengah berjuang "untuk memberikan pelatihan militer atas mobilisasi saat ini dan penerimaan wajib militer di musim gugur tahunannya."

"Wajib militer yang baru dimobilisasi kemungkinan besar memiliki pelatihan minimal atau tidak ada pelatihan sama sekali. Perwira dan pelatih berpengalaman telah dikerahkan untuk berperang di Ukraina dan beberapa kemungkinan tewas dalam konflik tersebut," demikian pernyataan kementerian.

Terkait hal ini, pejabat Ukraina juga mengatakan bahwa Rusia telah menempatkan banyak pasukan ke dalam pertempuran hingga menarik pasukan Ukraina ke berbagai arah. Namun para pasukan itu disebut merupakan rekrutan baru yang dilempar ke medan perang tanpa persiapan.

Serhii Hayday, Kepala Administrasi Militer Regional Ukraina di Luhansk, pekan lalu mengatakan bahwa di dekat wilayah Svatove, tentara-tentara baru telah maju secara bergelombang.

"Mereka mati, dan yang berikutnya maju. Setiap serangan baru diikuti dengan fakta bahwa Rusia telah menginjak-injak para tentaranya yang gugur," ucapnya.

Selain itu, sejumlah blogger militer Rusia yang semula pro-perang juga semakin vokal mengkritik operasi militer Presiden Vladimir Putin di Ukraina.

"Apakah kita (Rusia) punya jenderal-jenderal yang sanggup menggantikan mereka yang dipecat? Apakah ada seseorang (jenderal) yang paham (soal perang)?" kata salah satu bloger yang punya setengah juta pengikut di media sosialnya, Vladen Tatarskiy.

"Satu idiot hanya menggantikan idiot lainnya. Satu gagal, dan yang lain juga ikut gagal," paparnya menambahkan.





(blq/rds)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER