Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf atas keterlibatan Belanda selama 250 tahun dalam perbudakan, Senin (19/12). Dia menyebutnya sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan".
Permintaan maaf itu datang hampir 150 tahun setelah berakhirnya perbudakan di koloni-koloni luar negeri negara Eropa itu, termasuk Suriname dan pulau-pulau seperti Curacao dan Aruba di Karibia, dan Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu," kata Rutte dalam pidatonya di Den Haag seperti dikutip AFP.
"Kami, yang hidup di sini dan sekarang, hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," katanya.
Menteri Belanda telah melakukan perjalanan ke tujuh bekas koloni di Amerika Selatan dan Karibia untuk acara tersebut.
Menteri keuangan dan wakil perdana menteri Belanda Sigrid Kaag mengatakan dalam kunjungan resmi ke Suriname pekan lalu, sebuah proses akan dimulai menuju "momen penting lainnya pada 1 Juli tahun depan".
Keturunan perbudakan Belanda kemudian akan merayakan 150 tahun pembebasan dari perbudakan dalam perayaan tahunan yang disebut "Keti Koti" (Memutus Rantai) dalam bahasa Suriname.
Namun rencana tersebut telah menimbulkan kontroversi. Kelompok-kelompok dan beberapa negara yang terkena dampak mengkritik tindakan tersebut sebagai langkah terburu-buru, dan mengatakan kurangnya konsultasi oleh Belanda merupakan sikap kolonial.
Rutte dalam pidatonya pada Senin mengatakan bahwa memilih momen yang tepat adalah "masalah yang rumit".
"Tidak ada satu waktu yang tepat untuk semua orang, tidak satu kata yang tepat untuk semua orang, tidak satu tempat yang tepat untuk semua orang," katanya.
(afp/pmg)