Palestina mengecam undang-undang (UU) baru Israel yang bisa mencabut status kewarganegaraan orang Arab-Israel di negara itu.
Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut undang-undang tersebut sebagai "bentuk rasisme paling buruk".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Israel pada Rabu (15/2) mengesahkan regulasi yang bisa mencabut status kewarganegaraan orang Arab-Israel jika terbukti melakukan "tindakan terorisme" dan menerima dana dari pemerintah Palestina.
Warga Arab-Israel sendiri merupakan keturunan warga Palestina yang selamat dari perang Arab dengan Israel pada 1948. Perang itu menjadi awal mula terbentuknya negara Israel.
Warga asli Palestina tersebut memang sering mendapat bantuan keuangan dari pemerintah Palestina. Pemerintah kerap membantu mereka yang keluarganya di penjara, termasuk karena bersalah akibat membunuh warga Israel.
Bantuan Palestina itu pun dinilai Israel cuma meningkatkan kekerasan terhadap warganya.
Soal undang-undang ini, ketua Asosiasi Tahanan Palestina Qadoura Fares mengatakan regulasi itu tak adil dan rasis. Menurutnya, UU baru itu untuk membuat orang Arab-Israel meninggalkan Israel.
"Ini adalah undang-undang yang tidak adil dan rasis yang bertujuan untuk mengosongkan tanah penduduk aslinya dan mengusir orang dari rumah mereka," kata Feres.
Adalah, organisasi yang mengadvokasi hak orang Palestina di Israel, juga memandang bahwa undang-undang tersebut "bukan cuma membuka pintu baru untuk mencabut kewarganegaraan warga Palestina ... tetapi juga memfasilitasi pengusiran mereka".
"Undang-undang itu secara eksplisit dan eksklusif menargetkan warga Palestina sebagai bagian dari kubu Israel dari dua sistem hukum terpisah berdasarkan supremasi Yahudi," bunyi pernyataan kelompok tersebut, seperti dikutip AFP.
Anggota parlemen oposisi Arab, Ahmad Tibi, juga ikut mengecam beleid itu karena dinilai diskriminatif. Dia tak setuju dengan UU itu karena beleid tak akan berlaku bagi Israel-Yahudi yang dihukum karena menyerang warga Palestina.
"Ketika seorang Arab melakukan kejahatan, mereka adalah warga negara bersyarat, sedangkan ketika seorang Yahudi melakukan kejahatan yang bahkan lebih serius, tak pernah ada pertimbangan mencabut kewarganegaraan mereka," katanya saat debat di Knesset, parlemen Israel.
Undang-undang ini sendiri sudah disahkan oleh parlemen dengan dukungan 94 suara dan 10 suara yang menolak.
"Musuh-musuh kami tidak pantas menerima kewarganegaraan kita dan bagi mereka yang datang untuk melukai negara Israel tidak pantas tinggal di sini," kata Menteri Keamanan Nasional berhaluan ekstrem kanan, Ben-Gvir, seperti dikutip Reuters.
Dengan UU ini, pemerintah Israel bisa mencabut kewarganegaraan dan/atau mengusir warganya yang terjerat hukum karena melakukan tindakan yang dinilai sebagai "aksi terorisme". Hukum ini juga berlaku bagi mereka yang turut menerima pendanaan serta kompensasi dari Otoritas Palestina (PA).
Lewat beleid ini, Israel juga bisa mendeportasi warga Arab-Israel ke "wilayah Otoritas Palestina (di Tepi Barat) atau Jalur Gaza."