Indonesia mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) turun tangan meredam perang saudara di Sudan yang terjadi antara paramiliter dan militer negara Afrika utara itu.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan sampai saat ini situasi Sudan tidak membaik dan cenderung terjadi eskalasi konflik. Dia pun menyampaikan desakan kepada DK PBB agar turun tangan demi jeda kemanusiaan.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia mendesak DK PBB segera pertemuan darurat. Paling tidak desakan untuk jeda kemanusiaan," kata Retno dalam konferensi pers virtual pada Kamis (20/4).
Menurutnya, tanpa jeda kemanusiaan, distribusi bahan pangan, bantuan kesehatan bisa terhambat sehingga bisa muncul bencana kemanusiaan yang lebih buruk.
Hari ini sudah memasuki hari ke-6 konflik bersenjata antara Sudanese Armed Forces (SAF) dan Rapid Support Forces (RFS) sejak Sabtu (15/4).
Sejauh ini, pertempuran terjadi ditujukan untuk memperebutkan objek vital pemerintahan seperti istana kepresidenan, markas militer dan bandara.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat konflik sudah memakan korban jiwa sebanyak 300 orang, sementara korban luka sudah lebih dari 3.000 orang. Hingga kini, upaya gencatan senjata belum membuahkan hasil.
Sementara itu, tim perlindungan WNI KBRI Khartoum telah mengevakuasi 43 WNI yang terjebak di lokasi konflik ke safe house KBRI Khartoum.
"Status keamanan saat ini Siaga 1. Persiapan evakuasi terus dimatangkan sambil menunggu saat tepat evakuasi dengan terus mempertimbangkan keselamatan WNI," ujar Retno.
Retno mengaku sudah berkomunikasi dengan Dubes RI di Sudan. Informasi terkini, belum ada evakuasi warga negara asing dari Khartoum. Situasi keamanan tidak kondusif untuk evakuasi.
Di sisi lain, Retno telah memimpin koordinasi bersama KBRI Khartoum, KBRI Kairo, KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah untuk mengevakuasi WNI dari Khartoum.
"Kami mengimbau WNI di Sudan dan keluarga di Indonesia untuk tetap tenang. Pemerintah akan berupaya sekuat tenaga semaksimal mungkin untuk perlindungan warga kita di Sudan," imbuhnya.
(els/rds)