Presiden China Xi Jinping menegaskan Beijing punya cara sendiri mengatasi gelombang panas ekstrem yang 'memanggang' negaranya.
Pernyataan itu disampaikan pada Selasa (19/7) saat kunjungan utusan masalah iklim dari Amerika Serikat John Kerry bertemu Perdana Menteri China Li Qiang dan diplomat senior Wang Yi di Beijing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerry mendesak China untuk segera melakukan tindakan mendesak mengatasi masalah perubahan iklim sebagai salah satu negara besar penyumbang terbanyak polusi karbon.
Xi kemudian mengatakan pada konferensi nasional perlindungan lingkungan bahwa komitmen China menekan emisi karbon tak tergoyahkan. Ia menegaskan negaranya akan mencapai puncak menekan emisi karbon pada 2030 hingga mencapai netralitas karbon pada 2060.
"Jalan keluar, metode, kecepatan dan intensitas untuk mencapai tujuan ini sebaiknya dan seharusnya ditentukan oleh kami sendiri dan tak akan pernah dipengaruhi oleh pihak luar," ujar Xi seperti dikutip dari CNN.
Kunjungan utusan AS di Beijing sebagai bagian dari kelanjutan dua negara raksasa dunia dalam membahas persoalan perubahan iklim di tengah pemanasan global yang semakin parah.
Kerry menekankan bahwa China diharapkan untuk melakukan dekarbonisasi sektor pembangkit utama, memotong emisi metana, dan mengurangi deforestasi.
Ia juga mengatakan bahwa China harus melakukan langkah tambahan untuk memperkuat ambisi iklim demi mencegah dampak terburuk dari krisis iklim.
China sendiri telah melakukan investasi besar-besaran di sektor energi bersih dalam beberapa tahun belakangan. Kapasitas tenaga surya China bahkan yang terbesar dari gabungan semua negara di dunia.
Beijing juga yang terdepan dalam pemanfaatan energi angin dan penggunaan kendaraan tenaga listrik.
Di sisi lain, China mempercepat izin percepatan pabrik-pabrik baru batu bara karena fokus pada penanganan krisis energi. Kebijakan Beijing itu pun memicu kekhawatiran dari para aktivis lingkungan bahwa proyek baru itu akan membuat peralihan untuk menekan polusi menjadi lebih lambat.
Sejumlah negara termasuk AS pun meminta China tetap berkomitmen pada kebijakan untuk mengatasi krisis iklim.
Meski demikian, Xi menegaskan tidak sudi ditekan terutama oleh AS terkait pelaksanaan solusi atas krisis iklim.
China sebelumnya kembali mencatat rekor suhu terpanas yang mencapai 52,2 derajat Celsius di Kota Sanbao pada Minggu (16/7).
Media lokal Xinjiang Daily melaporkan suhu lebih dari 50 derajat Celsius itu diperkirakan berlangsung hingga lima hari ke depan.
Diberitakan Reuters, suhu panas di Sanbao ini merupakan yang terbaru di China setelah pada 2015 wilayah Ayding Lake, danau kering berkedalaman 150 meter di bawah permukaan laut, yang mencatat suhu setinggi 50,3 derajat celsius.
(bac)