Amerika Serikat menemukan dugaan serangan siber China berupa malware berbahaya, yang ditujukan untuk mengganggu sistem operasi militer Negeri Paman Sam.
Serangan malware ini pertama kali diketahui pada Mei lalu, setelah Microsoft mengidentifikasi kode berbahaya dalam perangkat lunak telekomunikasi di Pangkalan Angkatan Udara Andersen di Guam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan New York Times menyebut temuan awal malware di Guam berkaitan dengan grup peretasan yang disponsori China, yang diberi nama Volt Typhoon.
Menurut penyelidikan, serangan malware seperti "bom waktu" ini bisa memberi China kemampuan untuk mengganggu atau memperlambat pengerahan militer AS. Gangguan itu bisa dilakukan melalui malware dengan memutus aliran listrik, air, dan komunikasi ke pangkalan militer.
Sejauh ini penyelidikan juga menemukan upaya China diduga jauh lebih luas untuk menyerang fasilitas AS di dalam dan luar negeri.
"China bertekad menembus pemerintah kita, perusahaan kita, dan infrastruktur penting kita," kata Wakil Direktur Badan Keamanan Nasional (NSA), George Barnes.
Para pejabat di AS juga mengakui belum mengetahui keberadaan malware itu di dalam jaringan, lantaran kode berbahaya tersebut tersembunyi dengan sangat baik.
Selain itu muncul perdebatan di dalam pemerintah di Washington, mengenai apakah tujuan operasi malware China adalah untuk mengganggu militer saja, atau kehidupan sipil secara lebih luas.
Namun sejauh ini pencarian awal dari malware ini akan difokuskan pada area dengan konsentrasi tinggi seperti di pangkalan militer AS.
Gedung Putih telah mengeluarkan pernyataan mengenai dugaan serangan malware, meski tak secara langsung merujuk pada China sebagai "dalangnya".
"Pemerintah Presiden Biden bekerja tanpa henti untuk mempertahankan AS dari segala gangguan terhadap infrastruktur penting kami, termasuk dengan mengoordinasikan upaya antarlembaga untuk melindungi sistem air, saluran pipa, dan sistem penerbangan," kata juru bicara NSA, Adam R. Hodge.
Beberapa waktu terakhir pemerintah AS menyalahkan China atas serangkaian aksi peretasan besar-besaran terhadap lembaga dan infrastruktur AS. Salah satunya "balon mata-mata" yang diduga dikirim China untuk memata-matai wilayah AS.
Sebaliknya China juga pernah menuduh AS menjadi dalang peretasan raksasa telekomunikasi Huawei.
(dna/bac)