Cap Siswi Korban Kekerasan Seksual karena Genit, SMP di China Dikecam

CNN Indonesia
Senin, 14 Agu 2023 14:39 WIB
Sekolah menengah pertama di wilayah selatan China dihujani kecaman usai menyalahkan siswi korban kekerasan seksual karena berdandan genit.
Ilustrasi. Sekolah di China. (AFP/STR)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sekolah menengah pertama (SMP) di wilayah selatan China dihujani kecaman usai menyalahkan siswi korban kekerasan seksual karena berdandan genit.

Diberitakan CNN, sebuah sekolah di Kota Zhaoqing, Provinsi Guangdong, mengadakan kelas edukasi kesehatan mental kepada para murid di sekolah tersebut tahun lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelas itu pada dasarnya setara dengan kelas pendidikan seks di China. Namun, foto-foto materi pelajaran yang tersebar luas di media sosial menunjukkan bahwa kelas itu justru menyalahkan siswi yang menjadi korban pelecehan seksual karena berpakaian 'mengundang'.

"[Korban pelecehan seksual] menderita karena mereka berpakaian flamboyan dan berperilaku genit," tulis materi ajar tersebut.

"Anak-anak perempuan tidak boleh mengenakan baju transparan dan minim serta hindari perilaku sembrono," lanjut materi itu.

[Gambas:Video CNN]

Foto-foto materi itu pun menuai kecaman luas di media sosial. Banyak yang mengecam sikap kolot pengajar yang mencerminkan ketidaksetaraan gender.

"Guru di kelas itu bermasalah," tulis salah satu netizen di platform media sosial China, Weibo.

Warganet lainnya juga menyinggung soal sikap yang menyudutkan korban dan bahwa perempuan sering jadi sasaran untuk disalahkan terlepas dari apapun pakaian yang mereka kenakan.

Merespons kecaman ini, otoritas pendidikan setempat pun merilis pernyataan pada pekan lalu yang membenarkan bahwa foto-foto materi itu memang diadakan oleh kelas di sekolah mereka pada April lalu.

"Kelas itu berisi beberapa ekspresi yang tidak pantas, yang menyebabkan kesalahpahaman di antara [pengguna daring]," bunyi pernyataan otoritas pendidikan itu.

Mereka juga menegaskan bahwa biro pendidikan kabupaten telah "mengkritik dan mendidik personel yang berkaitan" serta telah memerintahkan sekolah untuk meninjau kembali kelas dan meningkatkan pelatihan guru.

Kendati begitu, pernyataan pihak berwenang tersebut juga dikecam karena menggunakan istilah "kesalahpahaman" di antara netizen. Para warganet geram karena bukan mereka yang salah paham, melainkan materi yang diajarkan yang salah.

Mereka menilai ajaran semacam itu merupakan cerminan dari nilai-nilai patriarki yang mengakar di negara tersebut.

"Warganet tidak salah paham," tegas salah satu netizen.

Sekolah hingga kini belum merilis pernyataan, baik di situs web maupun media sosial.

Di China, sikap mengerdilkan perempuan semacam ini memang kerap terjadi dan seolah menjadi budaya.

Pada November lalu, misalnya, seorang perempuan muda diserang oleh seorang pria di toilet umum di Zhejiang. Bukannya mendukung korban, orang-orang justru menyalahkan sang perempuan karena berpakaian minim.

"Apa hubungannya pakaian dengan dipukuli? Apakah itu alasan untuk berbuat kejahatan?" tanya ibu korban kepada The Paper.

Pada 2021, sebuah iklan kontroversial juga dikecam keras sampai-sampai ditarik dari internet setelah menampilkan tayangan perempuan diikuti oleh penjahat kala berjalan di malam hari. Namun, sang penjahat lari setelah perempuan tersebut menghapus riasannya.

(blq/bac)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER