Arab Saudi dan Israel menjadi sorotan usai menunjukkan tanda-tanda normalisasi yang kian dekat. Iran pun cemas jika kedua negara inibetul-betul membuka hubungan diplomatik.
Tanda-tanda normalisasi kedua negara makin jelas menyusul gelagat Saudi dan Israel yang makin terang-terangan di depan publik soal relasi kedua negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baru-baru ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (20/9).
Dalam pertemuan itu, Biden mengatakan kesepakatan itu menguntungkan dan membawa banyak manfaat.
"Jika Anda dan saya, 10 tahun lalu,membahas soal normalisasi dengan Arab Saudi, saya kira, kami akan saling berpandangan, 'Siapa meminum apa?'" kata Biden, dikutip AFP.
Pernyataan Biden merujuk ke Israel dan Saudi.
Sementara itu, Netanyahu yakin kesepakatan tersebut dalam "jangkauan" pihaknya. Ia lalu memuji Biden.
"Saya pikir di bawah pemerintah Anda, Pak Presiden, kami bisa menjalin perdamaian sejarah antara Israel dan Saudi," ucap dia.
AS selama ini membantu Israel untuk membuka hubungan diplomatik dengan negara Islam melalui Abraham Accord. Beberapa negara yang berhasil normalisasi di antaranya Bahrain, Sudan, dan Uni Emirat Arab.
Di sisi lain, Saudi juga kian terbuka menanggapi rumor normalisasi hubungan dengan Israel. Sejak Perang Arab Israel pada 1948, Saudi dan Israel memang tidak memiliki hubungan diplomatik. Solidaritas terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina menjadi salah satu alasan Saudi dan beberapa negara Arab masih enggan menjalin hubungan formal dengan Israel.
Namun, belakangan, Saudi makin terang-terangan membicarakan Israel. Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) sebagai pemimpin de facto Saudi juga mengaku bahwa ada kemajuan soal rencana normalisasi hubungan dengan Negara Zionis tersebut.
"Setiap hari, kami kian dekat," kata MbS kepada media Amerika Serikat Fox News yang disiarkan pada Rabu (20/9).
MbS menegaskan bahwa isu Palestina sangat penting bagi pemerintahan Saudi sehingga menjadi salah satu syarat jika Israel mau menjalin hubungan dengan Riyadh. Ia menyebut Israel punya peran di Timur Tengah.
"Kami harus melihat ke mana kami melangkah. Kami berharap ini bisa mencapai suatu titik, meringankan kehidupan rakyat Palestina, menjadikan Israel sebagai pemain di Timur Tengah," ujar MbS, dikutip Al Jazeera.
Saudi mengajukan syarat kemerdekaan Palestina jika Israel ingin menjalin hubungan diplomatik dengan mereka.
Selama ini, Israel menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur, hingga Jalur Gaza. Mereka juga kerap melakukan kekerasan terhadap warga Palestina dan menyerbu Masjid Al Aqsa.
Dalam wawancara itu, MbS juga memperingatkan bahwa Arab Saudi sangat memperhatikan Iran, yang merupakan musuh bebuyutan mereka dan Israel.
Saat ditanya bagaimana reaksi Saudi jika Iran mengembangkan senjata nuklir, MbS mengatakan, "Jika mereka mendapatkan, kita harus mendapatkannya."
Saudi juga telah mencari jaminan keamanan dengan Amerika Serikat sebagai imbalan atas normalisasi hubungan dengan Israel. Sementara itu, Israel sejauh ini menjadi satu-satunya negara yang memiliki senjata nuklir di Timur Tengah.
Sementara itu, Iran ikut berkomentar soal normalisasi Saudi-Israel.
Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan Saudi mengkhianati rakyat Palestina jika mereka benar-benar normalisasi hubungan dengan Israel.
"Inisiasi hubungan antara rezim Zionis dengan negara mana pun di kawasan ini, jika tujuannya demi keamanan rezim Zionis, tentu tak akan berhasil," kata Raisi saat konferensi pers di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dikutip AFP.
Ia kemudian berujar, "Kami meyakini bahwa hubungan antara negara-negara kawasan dan rezim ZIonis akan mengkhianati rakyat Palestina dan perlawanan orang-orang Palestina."
(isa/rds)