Senator 'Pribumi' Australia Kena Rasialisme Jelang Referendum Aborigin

CNN Indonesia
Kamis, 05 Okt 2023 19:35 WIB
Senator Australia dari suku Aborigin menjadi sasaran pelecehan rasial dalam sebuah video di media sosial jelang referendum penentuan nasib masyarakat adat. (AFP/WILLIAM WEST)
Jakarta, CNN Indonesia --

Seorang senator Australia yang berasal dari suku Aborigin, Lidia Thorpe, menjadi sasaran ancaman dan pelecehan rasial dalam sebuah video di media sosial. Insiden ini terjadi hanya beberapa hari sebelum Negeri Kanguru menggelar referendum penentuan nasib suku Aborigin dan Kepulauan Selat Torres.

Sebuah video yang tersebar di media sosial menunjukkan seorang pria mengenakan balaclava yang mengaku berasal dari kelompok neo-Nazi, membakar bendera suku Aborigin, melakukan penghormatan Nazi, dan mengancam Senator Thorpe.

"Di mana dukungan untuk saya? Di mana perlindungan untuk saya dari negara ini?" ucap Thorpe bertanya saat konferensi pers di Melbourne.

"Saya tidak bersembunyi selama sembilan hari ke depan. Anda akan mendengar kabar dari saya. Saya tidak takut," katanya lagi.

Video tersebut telah dihapus. Polisi Federal Australia (AFP) mengatakan sedang menyelidiki masalah ini.

Ancaman rasisme terhadap masyarakat Aborigin semakin meningkat menjelang referendum, dipicu oleh misinformasi. Suku Aborigin merupakan suku asli Australia yang kini berjumlah sekitar 3,8% dari total populasi Negeri Kanguru.

Sementara itu, referendum 14 Oktober nanti bakal menentukan nasib suku-suku adat di Australia yang selama ini masih terpinggirkan termasuk Aborigin.

Jika referendum disahkan, para penduduk asli Australia ini akan diakui dalam konstitusi untuk pertama kalinya.

Mereka juga bakal mendapatkan hak untuk diajak berkonsultasi tentang undang-undang yang berdampak pada komunitas mereka, yang disebut "Suara ke Parlemen".

Thorpe selama ini berkampanye untuk menolak referendum ini dengan memberikan suara "Tidak". Ia menyerukan seharusnya pemerintah dan masyarakat adat menjalin perjanjian terlebih dahulu sebelum menggelar referendum, serupa dengan yang terjadi di Selandia Baru dan Kanada.

Di sisi lain, para pendukung referendum menganggap usulan ini dapat mempersatukan bangsa dan memberikan pengakuan yang sangat dibutuhkan terhadap suku Aborigin yang telah berusia 65.000 tahun.

Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan dia telah dihubungi oleh Thorpe. Ia mengatakan telah berbicara dengan polisi untuk menyelidiki kasus yang dihadapi Thorpe ini.

"Saya telah melihat video yang dimaksud yang mengancam Senator Thorpe dan pemerintah, dan retorika serta pernyataan Nazi yang ada dalam video tersebut tidak dapat diterima dalam wacana kehidupan politik Australia," kata Albanese seperti dikutip Reuters.

Selama lebih dari 200 tahun usai penjajahan, penduduk Aborigin dan Kepulauan Torres Strait masih banyak yang menderita soal kesehatan, kematian, dan kesulitan ekonomi ketimbang penduduk non-pribumi.

Pemerintah sudah berulang kali mencoba menutup kesenjangan itu namun sikap rasis yang mengakar di masyarakat mempersulit hal tersebut.

Sejak menjadi federasi pada 1901, total ada 44 referendum yang diadakan di Australia. Dari jumlah itu, hanya delapan referendum yang berhasil lolos, salah satunya terkait usia pensiun untuk hakim.

Untuk bisa lolos, referendum sendiri harus bisa meraih suara mayoritas baik di negara bagian maupun secara nasional.

(rds)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK