Milisi yang berbasis di Lebanon, Hizbullah, ikutan Hamas menyerang Israel menggunakan rudal pada Selasa (10/10).
Dalam rilis resmi, Hizbullah menyatakan mereka merudal tank Israel. Pasukan Zionis kemudian membalas dengan menyerang pos pengamatan kelompok yang didukung Iran, demikian dikutip South China Morning Post (SCMP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Senin, Hizbullah juga menembakan roket dan dua mortir di pos militer Israel, Galilee. Langkah ini muncul usai setidaknya tiga anggota Hizbullah tewas gegara bombardir Israel.
Mereka yang tewas yakni Hussam Muhammad Ibrahim, Ali Raef Ftouni, dan Ali Hassan Hodroj.
"[Mereka yang tewas] menjadi martir akibat agresi Zionis di Lebanon selatan pada Senin sore," demikian rilis resmi Hizbullah, dikutip Al Jazeera.
Militer Israel sementara itu, mengidentifikasi sejumlah "peluncuran" roket dari Lebanon ke Israel.
Mereka lantas bersumpah akan membalas tembakan artileri ke Lebanon.
Di hari yang sama dengan peluncuran serangan Hizbullah, Israel melancarkan serangan ke selatan Lebanon.
Di hari sebelumnya yakni pada Minggu, Hizbullah dan Israel saling serang. Milisi itu meluncurkan rudal ke Peternakan Shebaa, Israel.
Militer Israel sementara itu menyatakan pasukannya telah "membunuh sejumlah tersangka bersenjata yang menyusup ke wilayah Israel dari wilayah Lebanon." Namun, mereka tak menyebutkan jumlah pasti.
Saling serang Hizbullah dan pasukan Israel ini menandai konflik paling serius sejak 2006.
Menanggapi serangan itu, sejumlah pihak menilai eskalasi pasukan Israel dan Hizbullah akan meningkat.
Namun, mantan Jenderal Angkatan Darat Lebanon Elias Farahat punya penilaian sendiri.
"Saya pikir konsep aturan keterlibatan akan terus berlanjut, yaitu: menembak sasaran, dan Israel akan merespons sumber tembakan," ujar Farahat.
Lebih lanjut, dia menerangkan tak ada ide dan tak ada seorang pun di kedua pihak yang berpikir memperluas konfrontasi.
(bac)