Ratusan korban meninggal dunia di Gaza usai Israel meningkatkan serangan ke wilayah itu pada Minggu (22/10).
Korban jiwa terus berjatuhan di Gaza lantaran Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memerintahkan pasukannya mengintensifkan pengeboman jelang serbuan darat.
Sementara itu di Laut China Selatan, Filipina dan China saling tuduh usai insiden tabrakan kapal kedua negara terjadi di Kepulauan Spratly.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ulasannya dalam Kilas Internasional Senin (23/10).
Otoritas di Gaza mencatat lebih dari 260 orang tewas dalam 24 jam terakhir, setelah pasukan Israel meningkatkan serangan ke Hamas pada Minggu (22/10).
Di rumah sakit Deir el-Balah Gaza, mayat-mayat bahkan disebut berserakan saat warga bergegas menuju rumah sakit untuk mengindentifikasi korban tewas.
Akhir pekan kemarin, Israel menyatakan bakal meningkatkan serangan dan mengerahkan puluhan ribu tentara di perbatasan Gaza. Diperkirakan pengerahan ini dilakukan jelang serbuan darat yang segera terjadi.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu disebut telah memberi persetujuan kepada tentara, untuk memberangkus Hamas lewat operasi militer.
Menteri Ekonomi Israel Nir Barkat bahkan menyebut kini keputusan ada di tangan militer Israel.
"Pemerintah Israel telah mengambil keputusan, memberikan lampu hijau kepada tentara untuk memusnahkan mereka [Hamas], dan kini keputusan itu ada di tangan militer," ungkap Barkat.
Manuver kapal coast guard China (CCG) 5203 yang menyebabkan tabrakan di Second Thomas Shoal, menjadi pemicu cekcok antara Filipina dan China.
Kedua negara kini saling tuduh soal insiden tabrakan antara dua kapal di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan, pada Minggu (22/10).
"Kapal itu bertabrakan dengan kapal logistik yang dikontrak Angkatan Bersenjata Filipina," demikian menurut Filipina, dikutip AFP.