Ratusan pedemo menuntut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mundur dari jabatannya dan diseret ke penjara gegara dianggap tak becus menjaga keamanan usai Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober lalu.
Mereka berdemo di dekat kediaman Netanyahu di Yerusalem pada Sabtu (4/11). Para peserta menuntut pertanggungjawaban Netanyahu atas serangan Hamas di Israel dan perang yang sekarang bergejolak.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Massa Kepung Rumah Netanyahu sampai Pos Israel Dirudal Hizbullah |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kini, dia belum menerima tanggung jawab pribadi usai serangan mendadak Hamas dan dianggap gagal melindungi warga Israel.
""Penjarakan [Netanyahu] sekarang," kata para pedemo sembari mengibarkan bendera Israel, demikian dikutip Reuters.
Protes ini juga berlangsung setelah publik begitu marah ke para pemimpin politik dan keamanan Israel.
Berdasarkan jajak pendapat dari Channel 13, sebanyak 76 persen warga Israel ingin Netanyahu mundur, 64 persen menyerukan Negeri Zionis itu harus segera menggelar pemilihan umum usai perang berakhir.
Hasil survei tersebut juga menunjukkan 44 persen warga Israel menyalahkan Netanyahu atas kegagalan mereka mencegah serangan milisi.
Sementara itu, sebanyak 33 persen responden menyalahkan kepala atau pejabat senior militer Israel dan lima persen lainnya menyalahkan Menteri Pertahanan Israel.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Yon Machmudi juga punya penilaian serupa dengan hasil survei.
"Saya prediksi Netanyahu akan tumbang karena ambisi perangnya yang tidak sepenuhnya didukung rakyatnya," ujar Yon kepada CNNIndonesia.com pada 12 Oktober.
Jurnalis senior yang fokus isu Timur Tengah dan kerap menulis analisis soal Israel dari Haaretz, Ravit Hecht, menyalahkan intelijen militer dan Dinas Keamanan Shin Bet yang dianggap teledor.
Salah satu sumber politik yang akrab dengan dinas keamanan mengatakan intelijen tak menerima informasi soal kemungkinan serangan Hamas dalam beberapa pekan.
"Tidak ada informasi intelijen yang diberikan kepada mereka," kata Hecht mengutip sumber terpercaya, dalam analisisnya yang dirilis Haaretz.
Informasi baru berdatangan beberapa jam sebelum serangan Hamas muncul.
Hecth menduga banyak informasi intelijen yang tak ditangani secara serius karena konsepsi selama ini.
Konsepsi itu seperti Israel berpikir Hamas tak akan berani menyerang, mereka lebih mementingkan ketenangan di Gaza, memilih mengobarkan api di Tepi Barat, dan mempertimbangkan situasi ekonomi.
Pada awal Oktober lalu, Hamas meluncurkan serangan dari darat, laut, dan udara, ke Israel. Imbas serangan ini, ribuan orang meninggal.
Menanggapi serangan itu, Netanyahu bersumpah Israel bakal membalas serangan besar-besaran dan mendeklarasikan perang.
Tak lama setelah itu, Israel menggempur habis-habisan Gaza. Mereka bahkan memblokade total Jalur Gaza dan melarang bantuan kemanusiaan masuk.
Pasukan Israel juga meminta warga Gaza untuk pindah secara paksa karena mereka akan melancarkan serangan lebih besar untuk memusnahkan Hamas.
Dalam agresi ini, Israel menyerang warga sipil dan fasilitas publik seperti tempat ibadah dan rumah sakit.
Terbaru, Israel menyerang kamp pengungsian dan ambulans-ambulans.
(isa/bac)