Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengkritik keras aksi penangkapan pasukan Israel terhadap warga di Tepi Barat, Palestina, saat gencatan senjata.
Pernyataan Retno muncul saat dia pidato di debat terbuka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pada Rabu (29/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagai bagian dari jeda kemanusiaan, para tahanan dibebaskan. Di sisi lain, jumlah narapidana baru yang hampir sama [dengan yang dibebaskan] juga ditahan sewenang-wenang di Tepi Barat," kata Retno.
Retno juga menegaskan Indonesia masih sangat marah dan prihatin melihat situasi yang berkembang di Tepi Barat.
Di wilayah tersebut, lanjut dia, banyak serangan dan ke warga Palestina termasuk ke kamp pengungsian.
"Kapan kekejaman ini bisa dihentikan? Bagaimana nasib Gaza, Tepi Barat dan Palestina? Akankah mereka memiliki masa depan?" ujar Retno.
Di forum tersebut, Retno juga menyerukan gencatan senjata permanen untuk membuat Gaza lebih baik.
Menurut dia, gencatan senjata yang sekarang diterapkan atau beberapa pihak menyebut sebagai jeda kemanusiaan tak cukup membuat Palestina lebih baik.
"Karena jeda kemanusiaan masih terlalu sempit dan rapuh untuk betul-betul membuat situasi Gaza lebih baik secara berkesinambungan," ungkap Retno.
Israel dan Hamas sepakat gencatan senjata empat hari pada 24-27 November. Kesepakatan ini lalu diperpanjang dua hari yakni 28-29 November.
Namun, hingga kini belum ada informasi lebih lanjut perpanjangan kembali gencatan senjata.
Perjanjian gencatan senjata ini mencakup jeda pertempuran dan pertukaran tahanan. Namun, di masa tenang ini, Israel masih menyerang Gaza dan Tepi Barat.
Kesepakatan gencatan senjata ini muncul usai puluhan hari Israel melancarkan agresi ke Palestina sejak 7 Oktober.
Selama agresi, Israel menggempur warga dan objek sipil seperti rumah sakit dan sekolah. Imbas serangan mereka, 15.000 warga di Palestina meninggal.
(rds)