Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengeluarkan resolusi gencatan senjata Israel dan kelompok perlawanan Hamas pada Senin (25/3).
Resolusi itu mendapat dukungan dari 14 anggota dan satu abstain yakni Amerika Serikat (AS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Poin-poin dalam resolusi tersebut mencakup desakan gencatan senjata saat Ramadan, lebih banyak bantuan kemanusiaan yang masuk, perluasan dan peningkatan bantuan, hingga pembebasan seluruh sandera tanpa syarat.
Usai gencatan senjata itu muncul, pasukan Israel masih menggempur habis-habisan Rafah. Imbas serangan itu, 18 orang tewas.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majed Al Ansari mengatakan resolusi itu tak berdampak langsung.
Qatar merupakan salah satu mediator untuk upaya gencatan senjata Israel-Hamas. Menurut Al Ansari negosiasi soal pertukaran sandera masih berlangsung.
"[Pembicaraan masih] berlangsung," kata Al Ansari pada Selasa (26/3), dikutip AFP.
Dia lalu berujar, "[belum ada] perkembangan apa pun yang mengarah ke pemikiran bahwa salah satu tim telah menarik diri dari negosiasi."
Dalam resolusi terbaru DK PBB, mereka mengakui upaya yang dilakukan Mesir, Qatar, dan AS untuk "penghentian permusuhan", pembebasan sandera, dan peningkatan bantuan.
Sementara itu, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Sya'roni Rofii punya penilaian lain.
"Menurut saya pasti ada dampak jangka menengahnya," kata Sya'roni kepada CNNIndonesia.com, Rabu (27/3).
Lihat Juga :![]() KILAS BERITA INTERNASIONAL Israel Ngamuk ke AS soal Resolusi DK PBB sampai Tajikistan Geger |
Menurut dia resolusi DK PBB ini merupakan solusi diplomatis. Apa yang terjadi setelah resolusi dirilis itu di luar kemampuan para pihak.
Namun, Sya'roni menegaskan bahwa resolusi tersebut tak tegas tercermin dari sikap AS.
"Posisi AS yang abstain menunjukkan resolusi ini memang tidak terlalu tegas. Target utamanya memang gencatan senjata saja," ujar dia.
Bersambung ke halaman berikutnya...