Perang saudara di Myanmar telah memasuki tahun ketiga usai pecah pada 2021 lalu.
Kelompok militer dan anti-junta militer terus bentrok usai kudeta militer 2021 lalu hingga menewaskan puluhan ribu orang, termasuk warga sipil.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proyek Data Lokasi dan Peristiwa Konflik Bersenjata (ACLED) menyebut setidaknya 50 ribu orang tewas sejak junta militer melancarkan kudeta. Sebanyak 8 ribu di antaranya merupakan warga sipil.
Berikut ini sejumlah fakta terbaru perang sipil di Myanmar.
Kelompok anti-junta militer dilaporkan meluncurkan serangan drone terhadap fasilitas militer di ibu kota Naypyidaw.
Pada Kamis (4/4), setidaknya 13 drone yang membawa bahan peledak berhasil ditembak jatuh oleh junta militer.
Menurut media lokal, tak ada korban jiwa maupun kerusakan properti akibat serangan itu.
Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Government/NUG), aliansi kelompok anti-junta yang dibentuk untuk melemahkan kekuasaan militer usai kudeta 2021, menyatakan serangan drone itu dilakukan oleh afiliasi bersenjatanya, yakni Pasukan Pertahanan Rakyat dengan menargetkan markas militer dan pangkalan angkatan udara.
NUG menyebut serangan drone itu merupakan serangan jarak jauh yang sukses dan "lebih kuat dari biasanya."
Sebanyak enam jenderal junta militer dilaporkan menyerah kepada pasukan pemberontak pada Januari lalu.
Keenam komandan tinggi berpangkat brigadir jenderal itu sebelumnya ditugaskan di pusat komando junta Myanmar Kokang di Laukkai.
Wilayah itu merupakan salah satu markas militer Myanmar terbesar di bagian utara Shan yang berdekatan dengan perbatasan China.
Markas militer tersebut berhasil direbut pasukan pemberontak Aliansi Pasukan Nasional Demoratik Myanmar (MNDAA).
Media Myanmar the Irrawady melaporkan tiga dari enam jenderal divonis hukuman mati. Sementara itu, tiga jenderal lainnya dihukum seumur hidup.
Lihat Juga : |
Mereka yang dijatuhi hukuman mati antara lain Kepala Markas Militer Brigjen Moe Kway Thu, Plt Kepala Zona Administrasi Otonomo Kokang Brigjen Tun Tun Myint, dan Komandan Divisi 55 Brigjen Zaw Myo Win.
Mereka yang menjalani hukuman seumur hidup di penjara Insein Yangon antara lain Brigjen Aye Min Oo, Brigjen Thaw Zin Oo, dan Brigjen Aung Zaw Lin. Masing-masing menjabat sebagai kepala pusat operasi 14, 16, dan 12 di Shan.
Junta militer memerintahkan wajib militer kepada semua laki-laki dan perempuan berusia 18 tahun. Kebijakan itu diumumkan pada Februari lalu.
Semua laki-laki berusia 18 tahun sampai 35 tahun dan perempuan berusia 18 tahun hingga 27 tahun harus menjalani wajib militer selama dua tahun. Sementara itu, mereka yang berprofesi spesialis seperti dokter harus menjalani wajib militer selama tiga tahun sampai usia 45 tahun.
Menurut media pemerintah Myanmar, layanan wajib militer ini dapat diperpanjang hingga lima tahun sesuai keadaan darurat yang sedang berlangsung.
(blq/bac)