Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai demo di kampus-kampus ternama Amerika Serikat bisa menghancurkan propaganda anti-semit.
Demo di sejumlah kampus AS diwarnai penangkapan bahkan kekerasan dari kepolisian setempat karena dituding anti-semit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anti-semit merupakan suatu sikap permusuhan atau prasangka terhadap komunitas Yahudi. Tindakan ini bisa berbentuk ujaran kebencian, penganiayaan hingga penyiksaan.
Yon menilai demo itu justru berangkat dari situasi di Gaza yang penuh penindasan dan ketidakadilan.
"Gerakan itu juga bisa menunjukkan kesadaran masyarakat untuk mendekonstruksi (mengikis) antisemitisme itu agar tidak digunakan secara semena-mena," kata Yon kepada CNNIndonesia.com, Senin (6/5).
Dekonstruksi secara sederhana merupakan wacana untuk menghancurkan atau mengikis ulang makna dari konsep yang sudah ada.
Dekonstruksi juga bisa dimaknai sebagai pemikiran guna memahami kontradiksi yang ada dan berusaha membangun kembali makna yang sudah melekat.
Yon menilai jika propaganda anti-semit sudah terkikis dan memunculkan kesadaran masyarakat, peluang kemerdekaan Palestina terbuka lebar.
"Kalau kesadaran terbentuk saya kira jalan menuju kemerdekaan Palestina akan semakin terbuka karena sehubungan tadi, negara besar termasuk Amerika berkomitmen mewujudkan kemerdekaan Palestina," ujar dia.
Lebih lanjut, Yon menilai narasi anti-semit di AS juga digunakan untuk kepentingan-kepentingan politis hingga praktis.
Narasi anti-semitisme berkembang di negara Barat terutama Amerika Serikat untuk menghalau kritik terhadap Israel.
Pembungkaman kritik itu menjadi catatan tersendiri terkait situasi hak asasi manusia di Amerika Serikat.
Selain itu, narasi anti-semit dimanfaatkan untuk menangkap para pedemo karena banyak pendanaan kampus berasal dari pelobi Yahudi.
"Sehingga mereka bisa menyetir dan juga meminta agar suara kritis terhadap Israel 'dibungkam' atas nama anti-semitsme," kata Yon.
(isa/bac)