Mengenal Eritrea, Negara Tertutup yang Sulit Dikunjungi Seperti Korut

CNN Indonesia
Selasa, 11 Jun 2024 09:00 WIB
Eritrea menjadi negara di benua Afrika yang sulit untuk dikunjungi oleh pelancong asing karena kebijakannya yang amat tertutup seperti Korea Utara.
Eritrea merupakan negara di Afrika yang sulit dikunjungi seperti Korea Utara. (AFP/EDUARDO SOTERAS)
Jakarta, CNN Indonesia --

Eritrea menjadi negara di benua Afrika yang sulit untuk dikunjungi oleh pelancong asing karena kebijakannya yang amat tertutup seperti Korea Utara.

Negara ini mempunyai sejumlah peraturan terhadap pengunjung yang ingin masuk ke negaranya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Negara yang berbatasan langsung dengan Ethiopia ini memiliki luas sekitar 117.600 kilometer persegi dan dihuni lebih dari enam juta jiwa.

Sebelumnya, Eritrea meraih kemerdekaan dari kendali kolonial Italia pada 1941. Namun Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) baru menetapkan sebagai wilayah yang bebas dari federasi Ethiopia pada 1952.

Pengakuan PBB itu telah melewati berbagai lika-liku berdarah selama 30 tahun antara pemerintah Ethiopia dan warga Eritrea.

Melansir dari situs lembaga intelijen Amerika Serikat (CIA), warga Eritrea menyepakati kemerdekaan untuk hengkang dari Ethiopia melalui referendum pada 1993.

Isaias Afewerki pun terpilih menjadi presiden pertama Eritrea hingga saat ini.

Eritrea di Bawah Afewerki

Afewerki merupakan tokoh penting dalam penyelesaian masalah referendum dengan Ethiopia sehingga diangkat menjadi kepala negara bagi bangsa Eritrea.

Kepemimpinan Afewerki disebut membawa budaya militerisasi yang otokratis dan represif. Situasi di Eritrea semakin runyam saat perang di perbatasan Ethiopia meletus pada 1998

Dia menciptakan program pendaftaran wajib militer bagi warga sipil dan dinas nasional. Namun, jangka waktu program itu disebut tidak terbatas.

Melansir dari Nation Africa, kepemimpinan Afewerki yang sudah berlangsung selama tiga dekade ini membuat negaranya dijuluki sebagai "Korea Utara-nya Afrika."

Selama masa Afewerki memimpin, ia bersikap tidak peduli dengan kecaman maupun keterlibatan komunitas internasional dalam menyelesaikan masalah konflik.

Ia bahkan pernah menolak demarkasi atau pembatasan terhadap Komisi Perbatasan Eritrea-Ethiopia (EEBC) pada 2007. Alhasil, konflik di perbatasan terus terjadi.

Pada akhirnya, Afewerki menyepakati perjanjian damai dengan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed pada 2018. Itu membawa angin segar bagi Eritrea dan Ethiopia yang selama tiga dekade terlibat ketegangan.

Dewan Keamanan PBB (DK PBB) juga mencabut embargo senjata Eritrea yang pada 2009 diterapkan guna menekan tingkah laku negara tersebut.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Kondisi Ekonomi dan Sosial Eritrea

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER