Respons UU Filipina, China Umumkan Klaim Garis Batas di LCS
China pada Minggu (10/11) mengumumkan klaim garis batas di kawasan Scarborough Shoal, kawasan yang menjadi sengketa dengan Filipina di Laut China Selatan (LCS).
Dilansir dari CNN, Kementerian Luar Negeri China pada Minggu (10/11) mengunggah koordinat geografis garis batas di sekitar Scarborough Shoal. Dalam pernyataannya, Kemlu China menyebut penetapan garis batas tersebut sesuai dengan kesepakatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan hukum China.
"Ini merupakan langkah normal pemerintah China untuk secara sah memperkuat pengelolaan maritim. Hal ini sesuai dengan hukum internasional dan praktik umum yang berlaku," demikian pernyataan Kemlu China.
Pengumuman garis batas ini dirilis di tengah ketegangan antara China dan Filipina beberapa waktu terakhir. Kedua negara sama-sama mengeklaim wilayah Scarborough Shoal di LCS.
Pada 2012, China merebut Scarborough Shoal, yang terletak di sebelah barat pulau utama Filipina, Luzon. Sejak saat itu, China membatasi akses nelayan-nelayan Filipina yang beraktivitas di kawasan itu.
Filipina yang tak terima pun membawa kasus ini ke pengadilan arbitrase internasional pada 2013. Pada 2016, pengadilan arbitrase memutuskan bahwa sebagian besar klaim China di Laut China Selatan tidak memiliki dasar hukum.
Kendati telah diputus demikian, China menolak untuk patuh terhadap putusan. Beijing terus meningkatkan aktivitasnya di LCS termasuk dengan mengerahkan coast guard, membangun instalasi militer, serta membuat pulau buatan.
Sejak beberapa waktu belakangan, kapal-kapal China dan Filipina dilaporkan terlibat tabrakan seiring dengan meningkatnya konfrontasi. Kapal-kapal China bahkan menargetkan kapal-kapal Filipina dengan meriam air.
Langkah China mengumumkan klaim garis batas ini sendiri terjadi dua hari usai Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menandatangani dua undang-undang yang disebut untuk memperjelas rute maritim.
Kemlu China menilai salah satu UU Filipina melanggar kedaulatan China di Laut China Selatan.
"China secara tegas menentangnya dan akan terus melakukan segala yang diperlukan sesuai dengan hukum untuk secara tegas mempertahankan kedaulatan teritorial serta hak dan kepentingan maritimnya," demikian pernyataan Kemlu China.
Berdasarkan hukum internasional, perairan suatu negara berikut zona ekonomi eksklusifnya biasanya didefinisikan sesuai dengan jarak dari garis dasar atau garis batas.
Sengketa di Laut China Selatan sendiri tak cuma terjadi antara China dan Filipina, tetapi juga dengan sejumlah negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia, Vietnam, hingga Brunei Darussalam.