Kenapa Kelompok Pemberontak Muncul Lagi dan Serang Suriah?

CNN Indonesia
Senin, 02 Des 2024 10:35 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --

Suriah menjadi sorotan usai kelompok pemberontak yang juga dicap teroris Hayat Tahrir Al Sham kembali menyerbu sejumlah wilayah si negara itu pada akhir pekan lalu.

Hayat Tahrir Al Sham (HTS) selama ini menguasai Idlib. Mereka kini menguasai daerah di Provinsi Hama dan ingin mencengkeram Aleppo.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasukan Suriah di bawah kendali rezim Bashar Al Assad kemudian mengerahkan pasukan untuk menghalau kelompok itu. Mereka juga dibantu militer Rusia.

Pertempuran sengit pun terjadi dan menyebabkan setidaknya tujuh orang tewas.

Terlepas dari itu, mengapa kelompok pemberontak Hayat Tahrir Al Sham menyerang Suriah?

Menurut laporan New York Times mereka tampaknya ingin memperluas daerah kekuasaan hingga ke kota terbesar Suriah, Aleppo.

Para pengamat menilai sejak lama Hayat Tahrir Al Sham ingin melengserkan pemerintahan Assad dan menerapkan prinsip Islam di negara tersebut.

Media AS lain, Washinton Post, juga punya penilaian serupa.

"Bagi HTS, tujuannya adalah untuk menegakkan pemerintahan Islam di Suriah," demikian laporan mereka.

Dalam rilis resmi beberapa hari terakhir, HTS juga berjanji akan melindungi situs budaya dan agama di Aleppo, termasuk gereja.

Ketegangan kelompok pemberontak di Suriah kembali muncul pada Oktober lalu. Mereka bertempur dengan pasukan pemerintah yang dibantu militer Rusia.

HTS tampaknya berani menyerang usai milisi Lebanon Hizbullah mengalihkan pasukan dari Suriah ke Lebanon untuk mencegah invasi Israel.

Di sisi lain, kelompok pemberontak itu selama beberapa tahun terakhir juba meregenerasi ulang persenjataan dan terus melakukan pelatihan.

Peneliti senior untuk keamanan Timur Tengah di International Institute for Strategic Studies, Emile Hokayem, mengatakan langkah mereka menyusun kembali pasukan dan melancarkan serangan sejalan dengan bala bantuan ke Assad yang mulai melemah seperti Hizbullah dan Iran.

"Ini ada hubungannya dengan geopolitik dan peluang lokal," kata Hokayem, dikutip Washington Post, Minggu (1/12).

Dia lalu berujar, "Kelompok pemberontak secara umum telah berkumpul kembali, dipersenjatai kembali, dan dilatih ulang untuk sesuatu seperti ini."

Sementara itu, Hizbullah dan Iran sama-sama sibuk dengan agresi Israel. Dalam beberapa bulan terakhir, pasukan Zionis membunuh pimpinan milisi di Lebanon itu.

Israel juga terlibat saling serang rudal dengan Iran. Pada Oktober lalu, pemerintahan Netanyahu menyerang empat wilayah di Iran dan mengklaim berhasil merontokkan sistem pertahanan mereka.

Terlepas dari situasi geopolitik itu, sebetulnya pemberontakan kelompok-kelompok anti Assad bisa ditilik dari 2011. Ketika itu, dia menindak tegas kelompok-kelompok oposisi dan mereka yang berdemo menentang pemerintahan.

Rezim Assad bahkan melakukan penangkapan dan menembaki permukiman warga sipil.

Beberapa warga Suriah lalu mempersenjatai diri untuk melawan. Sejumlah milisi, termasuk mereka yang memerangi pasukan Amerika Serikat di Irak, muncul kembali.

Selama bertahun-tahun, sisa-sisa oposisi berkumpul terutama di provinsi Idlib, di sepanjang perbatasan Turki, serta di bagian lain Suriah utara dan tengah.

Mereka menyusun strategi sembari melakukan serangan kecil untuk menjatuhkan Assad.

(isa/bac)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER