Pemimpin kelompok pemberontak Suriah Hayat Tahrir Al Sham (HTS), Abu Mohammad Al Julani, melarang pasukan dan kelompok pemberontak lain menduduki institusi pemerintah usai berhasil menggulingkan rezim Presiden Bashar Al Assad, Minggu (8/12).
Al Juliani menuturkan semua kekuatan oposisi di Damaskus dilarang untuk menguasai institusi publik dan menyatakan pemerintahan tetap berada di bawah pengawasan mantan perdana menteri untuk sementara waktu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"[Pemerintahan] akan tetap berada di bawah pengawasan mantan perdana menteri sampai diserahkan secara resmi," ucap Al Julani seperti dikutip Al Jazeera.
"Upacara perayaan dengan tembakan juga dilarang," tambah Al Julani dalam sebuah pernyataan pada Minggu
Al Juliani juga Kembali memperingatkan para pejuang pemberontak untuk tetap rendah diri dan merangkul warga
"Lindungi dan jaga institusi dan fasilitas public. Itu semua milik rakyat Suriah dan Anda semua adalah pelindung," papar Al Juliani seperti dikutip Al Jazeera.
Al Juliani, pemimpin oposisi Suriah ini, mulai menandatangani pernyataannya dengan nama asli, Ahmed al-Sharaa.
Selama ini Al Juliani memilih tak memakai nama aslinya sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari hubungan masa lalunya dengan kelompok Al Qaeda.
HTS menjadi kelompok yang memimpin kebangkitan pemberontakan di Suriah dalam beberapa waktu terakhir hingga akhirnya mampu menduduki ibu kota Damaskus hari ini.
Kejatuhan Assad menandakan rezim sang presiden yang telah berkuasa selama 24 tahun berakhir.
Ini juga menandakan berakhirnya dinasti keluarga Assad yang berkuasa sejak lebih dari setengah abad terakhir.