Pengamat dari Amerika Serikat memprediksi masa depan hubungan China dan Taiwan di bawah pimpinan Donald Trump.
Taiwan yang didukung AS selama ini ingin memerdekakan diri dari China. Namun, pemerintah yang berbasis di Beijing berusaha keras mempertahankan pulau tersebut bila perlu dengan paksa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konflik yang tak kunjung reda dan memanjang itu menjadi perhatian dunia, termasuk AS.
Pengamat hubungan China-AS, Josh Rogin, tak bisa memastikan periode kedua pemerintahan Trump bisa membawa stabilitas konflik China-Taiwan.
"Terdapat perdebatan internal dalam pemerintahan Trump mengenai kebijakan Taiwan," kata Rogin dalam acara Munich Security Conference di Jerman pekan lalu.
Menurut Rogin beberapa pihak menginginkan peningkatan drastis dalam penjualan senjata AS ke Taiwan.
Namun, ada pihak yang ingin mengurangi prioritas AS ke pulau tersebut. Mereka ingin AS lebih fokus ke perbaiki hubungan dengan China.
Rogin menilai kebijakan AS terhadap Taiwan akan sangat bergantung ke kelompok mana yang mendominasi persoalan itu.
"Bergantung pada kelompok mana yang mendominasi dalam perdebatan ini, kebijakan AS terhadap Taiwan dapat berubah secara drastis dalam beberapa bulan dan tahun mendatang," ungkap dia.
Rogin juga menyoroti perbedaan pandangan di internal pemerintah soal peran penting AS terkait Taiwan.
Beberapa menginginkan AS tak memprovokasi dan mengabaikan ketegangan di Taiwan dan yang lain menegaskan Negeri Paman Sam harus menentang jika ada agresi China ke pulau itu.
"Permasalahannya adalah kebijakan AS tidak selalu merespons perubahan politik di Taiwan dengan cepat," ungkap pengamat itu.
Jika AS dan Taiwan tidak meningkatkan komunikasi, kerja sama, dan perdagangan, Rogin memandang kesenjangan antara Washington dan Taipei akan semakin melebar di masa depan.
Di periode kedua, Trump berusaha menjalin hubungan baik dengan pemerintahan Xi Jinping.
Namun, Trump tetap mengobarkan perang dagang dengan China.
(isa/rds)