Jakarta, CNN Indonesia --
Masyarakat Myanmar mengatakan hingga saat ini mereka belum menerima bantuan kemanusiaan usai bencana alam gempa bermagnitudo 7,7 meluluhlantakkan negara itu pada 28 Maret 2025.
Reuters menyebut sejumlah warga di daerah yang paling parah dilanda gempa mengatakan bantuan pemerintah sampai saat ini masih sangat terbatas dan memaksa mereka berjuang sendirian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang warga bernama Han Zin menyebut melalui sambungan telepon bahwa seluruh kota Sagaing yang berada di episentrum gempa hancur total. Sebagian besar isi kota juga tak memiliki listrik sejak bencana dan warga mulai kehabisan air minum.
"Apa yang kami lihat di sini adalah kehancuran yang meluas - banyak bangunan runtuh ke tanah," paparnya. "Kami tidak menerima bantuan apa pun, dan tidak ada petugas penyelamat yang terlihat."
Sementara itu, di seberang Sungai Irrawaddy di Mandalay, seorang petugas penyelamat mengatakan sebagian besar operasi di kota terbesar kedua di Myanmar itu dilakukan secara swadaya.
Operasi penyelamatan itu dilakukan oleh kelompok warga sendiri dan mereka tidak memiliki peralatan yang dibutuhkan, terutama menyingkirkan reruntuhan bangunan demi menyelamatkan korban yang masih tertimbun.
"Kami telah mendekati bangunan yang runtuh, tetapi beberapa bangunan tetap tidak stabil saat kami bekerja," katanya, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena masalah keamanan.
"Orang-orang masih terjebak di dalam bangunan, mereka tidak dapat mengeluarkan orang," kata seorang penduduk lainnya yang juga memilih untuk anonim.
Lanjut ke sebelah...
Sementara itu, sejumlah rumah sakit di Myanmar tengah dan barat laut termasuk Mandalay dan Sagaing berjuang keras mengatasi banjir korban gempa.
Beberapa negara sudah menyatakan akan membantu Myanmar menangani dampak gempa bumi, seperti India, China, dan Thailand. Begitu pula Malaysia, Singapura, dan Rusia.
Namun sebagian besar bantuan yang membawa personel dan bahan-bahan makanan masih dalam perjalanan menuju Myanmar pada Minggu (30/3), atau dua hari setelah kejadian gempa meletus pada Jumat (28/3).
Myanmar sendiri tak siap menghadapi bencana alam sebesar gempa pada 28 Maret 2025, mengingat banyak infrastruktur yang berantakan akibat perang saudara yang terjadi sejak 2021, saat junta militer melakukan kudeta pemerintahan.
Kudeta dan diikuti perang saudara itu menghantam ekonomi Myanmar dan memaksa lebih dari 3,5 juta orang mengungsi dan meninggalkan pelayanan penting terbengkalai. Belum lagi jaringan fisik dan komunikasi yang terputus.
[Gambas:Photo CNN]
Pihak oposisi, National Unity Government yang berasal dari pemerintahan sebelumnya mengatakan milisi anti-junta di bawah komandonya akan menghentikan seluruh aksi militer ofensif selama dua minggu ke depan.
"NUG, bersama dengan pasukan perlawanan, organisasi sekutu, dan kelompok masyarakat sipil, akan melakukan operasi penyelamatan," katanya dalam sebuah pernyataan.
Pihak junta militer juga tampaknya tak sanggup menangani hal ini sendirian. Mereka sudah meminta bantuan internasional dalam menangani dampak bencana alam tersebut.
"Semua rumah sakit militer dan sipil, serta petugas kesehatan, harus bekerja sama secara terkoordinasi dan efisien untuk memastikan respons medis yang efektif." kata kepala junta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menurut media pemerintah.