Hasil penyelidikan awal mengungkap informasi baru terkait kecelakaan tragis pesawat Air India 171 yang jatuh pada 12 Juni lalu.
Laporan awal kecelakaan yang menewaskan 260 orang ini mengungkap pilot dan kopilot sempat kebingungan soal kendala teknis detik-detik sebelum jatuh saat sedang mencoba lepas landas.
Laporan investigasi awal itu memaparkan dua saklar penghubung bahan bakar dan mesin secara hampir bersamaan berpindah ke posisi "cut-off", menyebabkan hilangnya tenaga pada mesin pesawat Boeing 787 Dreamliner itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pesawat yang lepas landas dari Ahmedabad menuju London itu langsung kehilangan daya dorong tak lama setelah mengudara.
Menurut laporan dari Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat India (AAIB) yang dirilis pada 12 Juli, kehilangan daya ini menjadi pemicu kecelakaan udara paling mematikan dalam satu dekade terakhir di dunia.
Tak lama setelah pesawat mengangkat roda dari landasan, kamera CCTV bandara menunjukkan bahwa turbin darurat (ram air turbine) keluar secara otomatis, indikasi bahwa mesin utama telah kehilangan tenaga. Di menit-menit terakhir penerbangan, rekaman suara kokpit memperdengarkan salah satu pilot bertanya kepada rekannya,
"Mengapa kamu memutus bahan bakarnya?"
Rekan pilot menjawab, "Aku tidak melakukannya." Mengutip The Straits Times.
Namun, laporan tersebut tidak menjelaskan kapten atau kopilot yang mengucapkan kalimat itu dan siapa yang mengirimkan sinyal darurat "Mayday, Mayday, Mayday" sebelum pesawat jatuh.
Kapten pesawat adalah Sumeet Sabharwal (56 tahun), instruktur senior Air India dengan total pengalaman terbang 15.638 jam. Sementara kopilotnya, Clive Kunder (32 tahun), memiliki 3.403 jam terbang.
Salah satu kejanggalan yang diungkap laporan adalah kedua saklar bahan bakar berpindah dari posisi "run" ke "cut-off" hanya selang satu detik, waktu yang cukup bagi seseorang untuk memindahkan satu saklar lalu saklar lainnya. Namun, belum jelas apakah perpindahan ini terjadi karena kesalahan manusia, gangguan teknis, atau faktor lain.
Pakar keselamatan penerbangan dari AS, Anthony Brickhouse, menilai bahwa memindahkan saklar bahan bakar secara tidak sengaja hampir mustahil dilakukan oleh pilot berpengalaman.
Sementara John Nance, pakar lainnya, menambahkan bahwa saklar cut-off biasanya hanya digunakan saat pesawat telah mendarat di gate atau dalam situasi darurat tertentu seperti kebakaran mesin.
Laporan penyelidikan sejauh ini tidak menunjukkan adanya keadaan darurat yang mengharuskan pemutusan bahan bakar.
Menariknya, di lokasi jatuhnya pesawat di Ahmedabad, kedua saklar ditemukan dalam posisi "run" dan terdapat indikasi bahwa kedua mesin sempat mencoba menyala kembali sebelum pesawat jatuh di ketinggian rendah.
Menanggapi laporan tersebut, Menteri Penerbangan Sipil India, Ram Mohan Naidu, mengimbau publik untuk tidak terburu-buru menyimpulkan penyebab kecelakaan.
"Kami peduli terhadap keselamatan pilot dan awak, jadi mari kita tunggu laporan akhir," ujarnya.
Air India menyatakan tengah bekerja sama penuh dengan pihak berwenang dan enggan memberikan komentar lebih lanjut. Perusahaan induk Air India, Tata Group, kini menghadapi tantangan besar dalam usahanya memperbaiki reputasi maskapai nasional tersebut setelah mengambil alih dari pemerintah pada 2022.
Laporan juga mencatat bahwa semua prosedur teknis dan arahan pemeliharaan telah dipatuhi baik untuk pesawat maupun mesinnya. Kotak hitam pesawat yang mencakup perekam suara kokpit dan data penerbangan telah berhasil ditemukan dan dianalisis di India.
Kecelakaan ini menewaskan 241 dari 242 penumpang dan awak di pesawat, serta 19 orang di darat. CCTV bandara menunjukkan pesawat sempat naik hingga ketinggian 650 kaki, lalu mendadak kehilangan ketinggian dan menghantam pohon, cerobong pembakaran, lalu sebuah bangunan dalam kobaran api.
Pasca tragedi ini, Air India kembali menjadi sorotan. Uni Keselamatan Penerbangan Eropa (EASA) berencana menyelidiki maskapai murah Air India Express setelah laporan bahwa mereka gagal mengganti suku cadang mesin tepat waktu dan memalsukan catatan perawatan.
Otoritas penerbangan India juga telah memperingatkan Air India atas pelanggaran aturan, termasuk menerbangkan tiga pesawat Airbus dengan pemeriksaan pelampung darurat yang telah lewat batas waktu dan pelanggaran serius terhadap jadwal kerja pilot.
Di tengah tekanan, India tetap optimistis menjadikan sektor penerbangan sebagai pilar pertumbuhan ekonomi. Pemerintah ingin mengembangkan India sebagai pusat penerbangan global seperti Dubai, sekaligus menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Sementara itu, pihak Boeing menyatakan dukungannya terhadap penyelidikan dan Air India, sedangkan GE Aerospace belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar. Lembaga Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB) mengapresiasi kerja sama dengan pihak India, dan menegaskan komitmennya untuk mengikuti fakta yang ada hingga tuntas.
(tst/rds)