Jakarta, CNN Indonesia --
Militer Israel kembali melancarkan serangan udara ke Suriah dengan alasan melindungi suku minoritas Druze di Provinsi Sweida yang tengah terlibat perang etnis dengan kelompok Arab Badui.
Dilansir AFP, serangan itu terjadi pada Selasa (15/7), tak lama setelah pasukan keamanan Suriah memasuki wilayah Sweida untuk meredam bentrokan antara kelompok bersenjata Druze dan orang Badui Arab.
Jet tempur Israel dikirim dan menargetkan wilayah tersebut atas perintah langsung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Israel Katz.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Israel berkomitmen mencegah bahaya terhadap komunitas Druze di Suriah karena aliansi persaudaraan yang erat dengan warga Druze kami di Israel, serta ikatan keluarga dan sejarah mereka dengan Druze di Suriah," demikian pernyataan resmi Israel seperti dikutip dari Times of Israel.
Atas itu, siapa sebenarnya komunitas Druze yang dibela mati-matian oleh Israel?
Druze merupakan kelompok etnoreligius atau sekte keagamaan yang berasal dari cabang Islam Syiah Ismailiyah.
Kepercayaan mereka mulai berkembang sejak abad ke-11 dan sangat tertutup: mereka tidak menerima mualaf dan tidak memperbolehkan anggotanya pindah agama.
Orang-orang Druze menyebut diri mereka sebagai Muwaḥḥidūn, yang berarti "kaum monoteis."
Ajaran mereka menggabungkan unsur-unsur Islam, filsafat Yunani, Gnostik, hingga Hindu.
Kitab suci mereka, Rasa'il al-Hikma (Risalah Hikmah), hanya boleh dibaca oleh kalangan bijak (uqqal), sementara mayoritas pengikutnya (juhhal) tidak mengetahui isi kitab secara keseluruhan.
Komunitas Druze tersebar di Lebanon, Yordania, Suriah, dan Israel, dengan populasi terbesar berada di Lebanon.
Di Suriah, jumlah mereka diperkirakan lebih dari 700.000 jiwa, sebagian besar tinggal di Provinsi Sweida yang juga dikenal sebagai Jabal al-Druze (Pegunungan Druze).
Baca di halaman berikutnya >>>
Selain di Sruiah, suku Druze juga ada yang menetap di Israel dan memiliki posisi yang unik dalam sosial negara Zionis tersebut.
Populasi mereka sekitar 150.000 jiwa dan dikenal sangat loyal terhadap negara Zionis.
Mereka merupakan satu-satunya kelompok Arab yang diwajibkan mengikuti wajib militer di Israel.
Dikutip dari Britannica, kaum Druze bahkan berpihak pada pasukan Yahudi dalam perang tahun 1948 dan sejak itu ikut serta dalam hampir semua perang besar yang dilancarkan Israel.
Banyak dari mereka yang bertugas di sektor militer, keamanan perbatasan, hingga korps diplomatik.
Meski demikian, hubungan ini sempat diuji pada 2018 ketika parlemen Israel mengesahkan Undang-Undang Negara Bangsa Yahudi.
Komunitas Druze memprotes keras kebijakan tersebut karena dianggap menjadikan mereka warga kelas dua, meski mereka telah menunjukkan loyalitas selama puluhan tahun.
Mengapa Israel bela Druze?
Selain karena kedekatan ideologis dan sejarah, alasan utama Israel membela komunitas Druze di Suriah adalah karena hubungan darah dan afiliasi politik yang terjalin dengan komunitas Druze di dalam negeri.
Banyak warga Druze Israel memiliki keluarga atau akar leluhur di Suriah, terutama di Sweida dan sekitarnya.
Sweida sendiri merupakan wilayah strategis di barat daya Suriah yang berbatasan dengan Yordania dan dekat dengan Dataran Tinggi Golan, wilayah Suriah yang diduduki Israel.
Wilayah ini menjadi benteng milisi Druze dan juga lokasi bentrokan bersenjata yang meningkat dalam beberapa pekan terakhir.
Dikutip dari New York Times, milisi Druze menguasai sebagian besar wilayah Sweida dan memiliki kekuatan bersenjata yang cukup signifikan, dengan jumlah pasukan mencapai puluhan ribu orang.
[Gambas:Photo CNN]
Mereka juga memainkan peran politik penting dan sebagian besar menolak pemerintahan Bashar al-Assad.
Ledakan kekerasan terakhir dipicu oleh beredarnya rekaman suara yang dianggap menghina Nabi Muhammad, yang diduga berasal dari seorang tokoh agama Druze.
Meski tokoh tersebut membantah, kerusuhan tetap meluas dan memicu intervensi militer pemerintah Suriah serta serangan balik Israel.
Meski Israel menawarkan perlindungan terhadap komunitas Druze di Suriah, banyak pemimpin Druze Suriah yang menolak tawaran itu.
Mereka menganggap campur tangan Israel justru dapat memperburuk situasi dan memberi kesan bahwa Druze beraliansi dengan musuh negara.
Namun bagi Israel, pembelaan terhadap kaum Druze tidak hanya soal solidaritas.
Ini juga soal keamanan strategis dan stabilitas wilayah, mengingat posisi Sweida yang dekat dengan wilayah-wilayah penting militer Israel.
Dengan kompleksitas agama, politik, dan hubungan lintas batas ini, komunitas Druze tetap menjadi salah satu kelompok minoritas paling berpengaruh, dan paling dilindung, di kawasan Timur Tengah.