Thailand menuduh Kamboja menghindari "dialog yang bermakna" untuk menyelesaikan konflik kekerasan kedua negara yang masih berlangsung hingga hari ketiga, Sabtu (26/7).
Tuduhan itu, seperti diberitakan CNA, muncul seiring serangan lintas batas yang mematikan dan meningkatnya korban sipil yang memperburuk pertempuran terburuk dalam beberapa tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duta Besar Thailand untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Cherdchai Chaivaivid, dalam pertemuan tertutup Dewan Keamanan PBB pada Jumat (25/7), mengatakan bahwa Phnom Penh telah menolak upaya dialog.
"Sangat disesalkan bahwa Kamboja sengaja menghindari dialog yang bermakna dan malah berusaha menginternasionalkan isu ini untuk melayani tujuan politiknya sendiri," kata Cherdchai.
Kementerian Luar Negeri Thailand kemudian menerbitkan pernyataan pernyataan yang sama secara daring pada Sabtu (26/7) pagi.
"Thailand mendesak Kamboja untuk segera menghentikan semua permusuhan dan tindakan agresi, dan melanjutkan dialog dengan itikad baik," kata duta besar tersebut.
Ia menambahkan Thailand telah "aktif terlibat" dengan Kamboja selama dua bulan terakhir melalui berbagai mekanisme bilateral, termasuk yang mereka sebut Komisi Perbatasan Bersama setelah pertikaian pada akhir Mei yang mengakibatkan tewasnya seorang tentara Kamboja.
Setelah Dewan Keamanan PBB di New York, Duta Besar Kamboja untuk PBB Chhea Keo mengklaim negaranya menginginkan gencatan senjata, meski pada hari yang sama pasukan Kamboja perluas serangan ke wilayah Ban Chamrak, Trat.
"Kamboja meminta gencatan senjata segera - tanpa syarat - dan kami juga menyerukan solusi damai untuk sengketa ini," ujar Keo kepada para wartawan.
Lebih dari 30 orang tewas dalam pertempuran terburuk kedua negara tetangga di Asia Tenggara ini dalam 13 tahun. Kedua negara saling tuduh sebagai pihak yang memulai konflik, yang memanas drastis pada Kamis (24/7).
Menurut Cherdchai, Kamboja memulai konflik dengan menyatakan artileri Kamboja melepaskan tembakan ke pos militer Thailand di Ta Muen Thom, Provinsi Surin, yang kemudian diikuti pasukan melakukan "serangan tanpa pandang bulu" di empat provinsi di Thailand.
"Tindakan agresi ini, yang melanggar hukum dan tanpa pandang bulu-dan saya ingin menekankan kata tanpa pandang bulu-serangan bersenjata telah menyebabkan kerugian dan penderitaan serius bagi warga sipil tak berdosa," ujarnya. Cherdchai.
Ia juga menunjukkan foto-foto korban sipil kepada Dewan Keamanan, menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Thailand. Thailand menuduh Kamboja sengaja menyerang warga sipil.
Sementara itu, Phnom Penh mengkritik Bangkok karena menggunakan munisi tandan atau bom curah, yang kontroversial dan dikutuk secara luas melalui Konvensi Munisi Tandan (CCM).
Cherdchai mengakui bahwa munisi tandan memang dikerahkan, tetapi mengatakan bahwa munisi tersebut digunakan "secara eksklusif untuk menargetkan sasaran militer".
Menurut Kementerian Pertahanan Phnom Penh, jumlah korban tewas di Kamboja telah meningkat menjadi 13 orang, lima tentara dan delapan warga sipil, dengan lebih dari 35.000 orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka.
Di pihak Thailand, militer mengatakan lima tentara tewas pada Jumat (25/7), sehingga total korban tewas di sana menjadi 20 orang dengan rincian 14 warga sipil dan enam militer.
(chri)