Inggris, Prancis, dan 19 negara lainnya menolak mentah-mentah langkah Israel yang mau memperluas permukiman ilegalnya di Tepi Barat, Palestina.
Dalam pernyataan bersama pada Kamis (21/8), Inggris, Prancis, dan 19 negara itu menganggap persetujuan Israel atas proyek pembangunan yang akan membelah Tepi Barat menjadi dua itu sebagai tindakan yang "tidak dapat diterima dan pelanggaran hukum internasional."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mengecam keputusan ini dan mendesak agar segera dibatalkan dengan tegas," bunyi pernyataan bersama para menteri luar negeri 21 negara tersebut seperti dikutip AFP.
Selain Prancis dan Inggris, negara-negara yang ikut menandatangani pernyataan bersama mengecam Israel ini di antaranya ada Australia, Kanada, dan Italia.
Belgia, Denmark, Estonia, Finlandia, Islandia, Irlandia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Slovenia, Spanyol, dan Swedia, serta kepala urusan luar negeri Komisi Eropa juga ikut meneken pernyataan bersama ini.
Dalam pernyataan tersebut, para menteri luar negeri menyoroti komentar Menteri Keuangan Israel dari kelompok sayap kanan, Bezalel Smotrich, proyek ini "akan membuat solusi dua negara mustahil, dengan memecah wilayah negara Palestina dan membatasi akses Palestina ke Yerusalem."
"Keputusan ini tidak membawa manfaat bagi rakyat Israel," lanjut pernyataan itu.
"Sebaliknya, hal ini justru berisiko melemahkan keamanan, memicu kekerasan dan ketidakstabilan, serta semakin menjauhkan kita dari perdamaian. Pemerintah Israel masih memiliki kesempatan untuk menghentikan rencana E1 agar tidak berlanjut. Kami mendesak agar rencana ini segera dicabut," tambah mereka.
Sehari sebelumnya, Israel menyetujui rencana pembangunan di lahan seluas kurang lebih 12 kilometer persegi yang dikenal sebagai kawasan E1, terletak di sebelah timur Yerusalem.
Proyek tersebut bertujuan membangun sekitar 3.400 unit rumah di lahan yang sangat sensitif, terletak di antara Yerusalem dan permukiman Israel Maale Adumim.
Seluruh permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak 1967, dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional terlepas dari ada tidaknya izin perencanaan dari Israel.
Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah juga mengecam langkah terbaru ini. Kritik serupa juga datang dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini.
Lazzarini memperingatkan bahwa proyek tersebut "akan sepenuhnya memutus Tepi Barat bagian utara dan tengah dari wilayah selatan-sehingga tidak ada lagi keterhubungan teritorial."
Ia menegaskan Israel mengambil keputusan-keputusan yang membuat pembentukan dua negara "semakin mustahil."
Sebagai bentuk protes, Inggris juga memanggil Duta Besar Israel di London, Tzipi Hotovely, terkait rencana sewenang-wenang Tel Aviv ini.
"Jika dilaksanakan, rencana permukiman ini akan menjadi pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan akan membelah calon negara Palestina menjadi dua, yang secara kritis merusak solusi dua negara," demikian bunyi pernyataan resmi pemerintah Inggris.
(rds)