Sekitar 50 warga Turki berpartisipasi dalam aksi demo memprotes persidangan soal tuduhan kecurangan suara saat kongres partai oposisi Partai Rakyat Republik (CHP) yang memutuskan Ozgur Ozel sebagai ketua umum.
Dalam tuduhannya, penggugat menilai kongres yang memenangkan Ozel saat itu dinilai penuh manipulasi suara. Jika hakim memutuskan tuduhannya terbukti, maka hasil kongres bisa dibatalkan dan posisi Ozel sebagai ketua partai bisa digulingkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pengunjuk rasa memadati Lapangan Tandogan di Ankara jelang sidang.
Wakil ketua CHP, Murat Bakan mengatakan terdapat 50 ribu yang bergabung dalam aksi memadati alun-alun. Mereka mengibarkan bendera Turki, juga mengenakan kaus bergambar pendiri republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk.
Dalam pidatonya, pemimpin CHP Ozgur Ozel mengatakan massa berkumpul untuk menentang kudeta yudisial yang dilancarkan terhadapnya.
"Pemerintah ini tidak menginginkan demokrasi. Mereka tahu mereka tidak akan memenangkan pemilu jika ada demokrasi. Mereka tidak menginginkan keadilan: mereka tahu jika ada keadilan, mereka tidak akan bisa menutupi kejahatan mereka," ujarnya dikutip AFP, Senin (15/9).
"Kasus ini politis, tuduhannya fitnah. Ini kudeta (dan) kami akan melawan," imbuhnya.
Ia menuding pemerintah lebih memilih cara-cara menindas daripada bertarung melalui pemilihan umum.
"Sayangnya, siapa pun yang menimbulkan ancaman demokrasi terhadap pemerintah kini menjadi target pemerintah," ujarnya.
Ozel juga menyinggung Presiden Recep Tayyip Erdogan terkait banyaknya massa yang berkumpul menentang 'pembungkaman' demokrasi. Erdogan merupakan pimpinan partai berkuasa.
"Erdogan, pernahkah Anda melihat Lapangan Tandogan seperti ini?" tanyanya.
Di sisi lain, para pengunjuk rasa meneriakkan seruan agar Erdogan mundur dari jabatan kepala pemerintahan.
"Erdogan mundur!" teriak massa.
Persidangan ini dicurigai bertujuan untuk membatalkan hasil kongres CHP pada November 2023, dengan tuduhan kecurangan suara. Saat itu, kongres memilih Ozel sebagai pemimpin.
Para pengamat politik lokal menilai kasus hukum ini merupakan upaya bermotif politik untuk melemahkan partai politik tertua di Turki, yang meraih kemenangan besar atas Partai AKP yang dipimpin Erdogan. Sebab, dalam berbagai jajak pendapat, elektabilitas partai oposisi terus meningkat.
(pta)