Kisah Ranting Zaitun dan Pidato Pemimpin Palestina di PBB
Pemimpin Palestina pernah mengemukakan kata-kata terkenal dan masih dikenang hingga sekarang saat pidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Salah satunya adalah tentang ranting zaitun dan pesan yang disampaikan pemimpin Palestina di Sidang Majelis Umum PBB.
PBB akan melaksanakan Sidang Majelis Umum ke-80 pada 23 September ini. Sejumlah kepala negara akan hadir dan memberikan pidatonya, termasuk Presiden Prabowo Subianto.
Sekeretari Kabinet Teddy Indra Wijaya menyampaikan bahwa Presiden Prabowo dijadwalkan akan menyampaikan pidato pada sesi Debat Umum PBB.
"Sesuai jadwal yang diterima, Presiden Prabowo akan menyampaikan pidato pada urutan ketiga pada sesi Debat Umum PBB pada 23 September 2025, setelah Presiden Brasil dan Presiden Amerika Serikat," ujar Seskab Teddy dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari situs presidenri.go.id.
Namun yang paling ditunggu adalah sikap negara-negara di dunia dalam merespon kedaulatan Palestina. Ada ratusan negara yang siap mendukung kemerdekaan Palestina.
Pidato pemimpin Palestina
Salah satu pidato yang terkenal kala itu adalah Yasser Arafat yang kala itu sebagai Ketua PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) hadir dan memberikan pidato. Pidato terjadi pada 13 November 1974 merupakan pidato pertama seorang pemimpin Palestina di forum PBB.
Pidatonya sangat terkenal bahkan sering dijadikan kutipan hingga sekarang.
"Hari ini saya datang membawa ranting zaitun dan senjata pejuang kemerdekaan. Jangan biarkan ranting zaitun jatuh dari tangan saya. Saya ulangi. Jangan biarkan ranting zaitun jatuh dari tangan saya," kata Arafat.
Situs Washington Report on Middle East Affairs mencatat, pidato itu merupakan kemenangan bagi Palestina dan kekalahan diplomasi bagi Israel dan sekutu terdekatnya, Amerika Serikat.
Amerika Serikat dan Israel mengalami salah satu kekalahan diplomatik terbesar mereka, dan Palestina serta Perserikatan Bangsa-Bangsa mengalami salah satu kemenangan terbesar mereka.
Kesempatan itu tiba pada 13 November 1974, ketika Ketua Yasser Arafat dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) tampil secara dramatis di hadapan Majelis Umum PBB dan menyerukan kepada masyarakat dunia untuk memilih antara "cabang zaitun atau senjata pejuang kemerdekaan."
"Perbedaan antara revolusioner dan teroris terletak pada alasan masing-masing berjuang. Siapa pun yang berdiri di atas dasar kebenaran dan berjuang untuk pembebasan dari penjajah dan penjajah tidak dapat disebut teroris. Mereka yang berperang untuk menduduki, menjajah, dan menindas orang lain adalah teroris," kata Arafat.
"Rakyat Palestina terpaksa menggunakan perjuangan bersenjata ketika mereka kehilangan kepercayaan pada komunitas internasional, yang mengabaikan hak-hak mereka, dan ketika menjadi jelas bahwa tidak satu inci pun wilayah Palestina dapat direbut kembali melalui cara-cara politik semata," ia menambahkan.
(imf/bac)