Mesir Bujuk Hamas Terima Proposal Gencatan Senjata Gaza Usulan Trump
Mesir dan negara-negara mediator sedang membujuk Hamas untuk menerima proposal gencatan senjata Gaza, usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty mengatakan pemerintahnya bekerja sama dengan Qatar dan Turki untuk meyakinkan Hamas soal proposal tersebut.
Dia menyebut Hamas harus melucuti senjata, sehingga Israel tak punya alasan menggempur Gaza.
"Jangan biarkan satu pihak pun menggunakan Hamas sebagai dalih atas pembunuhan warga sipil yang gila-gilaan ini. Apa yang terjadi sekarang jauh melebihi pada 7 Oktober," kata Abdelatty saat bicara di French of International Relations di Paris pada Kamis (2/10), dikutip Reuters.
Lihat Juga : |
Pernyataan tersebut merujuk serangan dadakan Hamas yang diklaim Israel telah menewaskan 1.200 orang. Tak lama setelah itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mendeklarasikan perang dan meluncurkan agresi besar-besaran ke Gaza.
Imbas agresi brutal Israel, lebih dari 66.000 warga di Palestina tewas, ratusan ribu fasilitas sipil seperti rumah sakit, tempat ibadah, hingga sekolah, hancur-lebur.
"Ini bukan balas dendam. Ini bentuk pembersihan etnis dan genosida. Jadi, cukup, sudah cukup," ungkap Abdelatty.
Trump mengusulkan proposal perdamaian untuk Jalur Gaza yang berisi 20 poin mencakup penghentian serangan, pemulangan sandera, penarikan pasukan Israel, hingga pembentukan pemerintahan transisi di Gaza.
Proposal ini juga meliputi soal pemberian bantuan kemanusiaan secara besar-besaran untuk Gaza, pembangunan kembali wilayah kantong tersebut, serta pelucutan senjata dan amnesti Hamas.
Namun, proposal tersebut menuai kritik dari para pakar. Mereka menilai usulan itu hanya menguntungkan Israel dan meminggirkan warga Palestina, padahal mereka lah yang seharusnya diprioritaskan sebagai korban genosida.
Hamas juga menyatakan masih perlu waktu meninjau proposal tersebut. Anggota biro politik Mahommed Nazzal mengatakan kelompok tersebut masih merundingkan usulan Trump.
"[Hamas berhak menyampaikan pandangannya] dengan cara yang sesuai dengan kepentingan rakyat Palestina," ucap Nazzal kepada Al Jazeera.
"Kami tidak berurusan (dengan rencana ini), dengan logika bahwa waktu adalah pedang yang diarahkan ke leher kami," imbuh dia.
(isa/dna)