Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengatakan telah mengerahkan 'aset khusus' sebagai respons terhadap peningkatan kekuatan militer Amerika Serikat (AS) di Korea Selatan.
Pernyataan itu disampaikan Kim dalam pidatonya saat membuka pameran persenjataan di Pyongyang pada Sabtu (4/10), seperti dilaporkan kantor berita resmi Korean Central News Agency (KCNA).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kim menuding bahwa AS tengah mempercepat pembangunan aliansi nuklir dengan Korea Selatan, yang menurutnya menimbulkan kekhawatiran strategis bagi Pyongyang.
"Aliansi nuklir AS-Korea Selatan berkembang sangat cepat, dan mereka melakukan berbagai latihan untuk mengeksekusi skenario berbahaya," kata Kim dalam pidatonya, melansir AFP.
Ia mengatakan peningkatan kekuatan militer AS di kawasan tersebut membuat Korea Utara memperketat kewaspadaan dan menyiapkan langkah tandingan.
"Seiring meningkatnya persenjataan militer AS di wilayah Korea Selatan, kekhawatiran strategis kami terhadap kawasan ini juga bertambah. Karena itu, kami telah menugaskan aset khusus kami ke sejumlah target utama," ujar Kim.
Tanpa menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud dengan 'aset khusus' itu, Kim menambahkan ia "mengamati dengan cermat" perkembangan militer di seberang perbatasan dan memperingatkan bahwa pihak lawan "akan khawatir ke arah mana lingkungan keamanan mereka akan bergerak."
Adapun AS menempatkan sekitar 28.500 tentara di Korea Selatan untuk mengantisipasi ancaman militer dari Korea Utara yang memiliki senjata nuklir. Pada September lalu, AS, Korea Selatan, dan Jepang menggelar latihan militer bersama di kawasan tersebut.
Pyongyang kerap mengecam latihan semacam itu dan menyebutnya sebagai "persiapan invasi", sementara Washington dan sekutunya menegaskan bahwa kegiatan tersebut bersifat defensif dan bertujuan menjaga stabilitas kawasan.
Foto-foto yang dirilis KCNA memperlihatkan Kim Jong Un meninjau pameran senjata di dalam gedung bersama sejumlah jenderal Korea Utara. Dalam gambar itu terlihat beberapa jenis senjata, termasuk rudal, dipamerkan di sekitar area pameran.
Pidato Kim kali ini disampaikan sebulan setelah ia menyatakan terbuka untuk berdialog dengan Amerika Serikat, dengan syarat Korea Utara tidak diminta menyerahkan arsenal nuklirnya. Kim juga mengaku memiliki "kenangan baik" dengan Presiden AS Donald Trump, yang pernah bertemu dengannya tiga kali selama masa jabatan pertama Trump.
Namun, pembicaraan antara kedua negara terhenti sejak pertemuan terakhir di Hanoi pada 2019, setelah gagal mencapai kesepakatan mengenai langkah-langkah denuklirisasi dan pencabutan sanksi.
Selama bertahun-tahun, tuntutan Washington agar Korea Utara menghentikan program senjata nuklirnya menjadi titik perbedaan utama dalam hubungan kedua negara.
Pyongyang sendiri telah berulang kali menegaskan tidak akan pernah melepaskan senjata nuklirnya, dan pada 2022 mendeklarasikan statusnya sebagai negara nuklir yang "tidak dapat diubah."
(del/rds)