 
            Polisi Singapura menyita dan melarang penjualan enam properti senilai US$150 juta (sekitar Rp2,4 triliun) dari salah satu perusahaan terbesar Kamboja, Prince Holding Group dan pendirinya Chen Zhi, usai dituduh mendalangi penipuan online besar-besaran.
Dalam rilis berita pada hari ini, Jumat (31/10), polisi mengatakan penyitaan dan pelarangan itu sebagai bagian dari investigasi terhadap Prince Holding Group Kamboja, Chen Zhi, dan rekannya terkait pencucian serta pemalsuan uang.
"Sebagai bagian dari operasi tersebut, polisi menyita dan mengeluarkan perintah larangan penjualan enam properti dan berbagai aset keuangan, termasuk rekening bank, rekening surat berharga, dan uang tunai, dengan total perkiraan nilai lebih dari US$115 juta," ungkap polisi dikutip Channel NewsAsia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aset lain yang disita mencakup kapal pesiar, 11 mobil, dan beberapa botol minuman keras. Polisi juga mengatakan Chen dan rekannya saat ini tak berada di Singapura.
Direktur Departemen Urusan Komersial (CAD) David Chew mengatakan langkah tersebut ditempuh untuk menegakkan integritas Singapura sebagai pusat keuangan internasional terpercaya yang diatur hukum.
"Kami mengambil sikap tegas terhadap individu dan kelompok kriminal yang berusaha mengeksploitasi sistem keuangan Singapura untuk kegiatan kriminal," kata David.
Polisi mengatakan telah menerima informasi intelijen keuangan dari Kantor Pelaporan Transaksi Mencurigakan soal Chen Zhi pada 2024. Mereka juga mendapat informasi tambahan dari otoritas Amerika Serikat dan Inggris pada 14 Oktober lalu.
Pada 14 Oktober, Pengadilan di AS mendakwa Chen Zhi melakukan penipuan dan pencucian uang. Namun, keberadaan dia serta rekannya saat ini tak diketahui.
Chen dan rekannya diduga mengeksploitasi kerja paksa untuk menipu investor lalu menggunakan hasil penjualan untuk membeli kapal pesiar, jet, dan lukisan Picasso.
Setelah mengetahui perkembangan informasi, polisi bekerja sama dengan badan-badan anggota Jaringan Koordinasi dan Kolaborasi Kasus Anti Pencucian uang (AC3N) untuk investigasi lebih lanjut.
"Kami telah memulai investigasi dan melibatkan mitra asing terkait untuk memberikan informasi dan bantuan mengingat aktivitas kriminal tersebut diduga dilakukan di luar negeri," demikian menurut polisi.
Jika terbukti bersalah, Chen dan rekannya akan dijebloskan ke penjara hingga 10 tahun atau denda hingga US$500.000 atau keduanya berdasarkan Pasal 54 UU Korupsi, Perdagangan Narkoba, dan Kejahatan Serius lain tahun 1992.
Kasus tersebut melibatkan jaringan penipuan transnasional yang kompleks dan berskala besar yang mengeksploitasi infrastruktur digital dan keuangan di berbagai yurisdiksi.
Cakupan dan skala pelanggaran itu menuntut kerja sama berbagai negara mengingat kasus tersebut terjadi di banyak negara.
Perusahaan Prince Holding bergerak di berbagai sektor seperti real estat, jasa keuangan, dan bisnis konsumen. Namun, konglomerasi ini dan pendirinya jadi sorotan karena melakukan kerja paksa yang mayoritas pekerja migran untuk melakukan penipuan secara daring.
Jaksa AS bahkan menyebut Chen sebagai dalang di balik scam online besar-besaran di bawah naungan Prince Group. Perusahaan itu juga dilabeli sebagai salah satu organisasi kriminal transnasional terbesar di Asia, demikian dikutip CNA.
Skema penipuan itu disebut "pig butcher" atau penyembelihan babi diduga telah menipu korban di seluruh dunia hingga miliar dolar.
Menurut dokumen dakwaan, Chen melalui Prince Holding Group membangun setidaknya 10 kompleks di Kamboja untuk menjalankan bisnis online scam. Para pekerja dipaksa melakukan penipuan daring dalam skala besar.
Chen juga menjadi penasihat Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan ayahnya yang juga eks PM Hun Sen.
(isa/dna)