Bantuan Minim, Gaza Terancam Kelaparan Jelang Musim Dingin

CNN Indonesia
Rabu, 05 Nov 2025 04:40 WIB
Ilustrasi. Kedinginan dan kelaparan masih hantui masyarakat Gaza jelang musim dingin. (REUTERS/Mahmoud Issa)
Jakarta, CNN Indonesia --

Hampir empat minggu setelah gencatan senjata diumumkan, bantuan kemanusiaan ke Gaza masih jauh dari cukup.

Organisasi kemanusiaan memperingatkan bahwa dengan datangnya musim dingin, kelaparan dan krisis tempat tinggal akan semakin memburuk di wilayah padat penduduk yang luluh lantak akibat dua tahun ofensif Israel.

Gencatan senjata semestinya membuka jalan bagi arus besar bantuan ke wilayah dengan 2,3 juta penduduk yang sebagian besar kehilangan rumah akibat bombardir. Namun, data dari World Food Programme (WFP) menunjukkan hanya sekitar separuh dari kebutuhan pangan yang berhasil masuk.

Sementara kelompok lembaga kemanusiaan Palestina menyebut volume bantuan yang tiba baru mencapai seperempat hingga sepertiga dari yang dijanjikan.

Israel mengklaim telah memenuhi kewajiban sesuai kesepakatan gencatan senjata, dengan rata-rata 600 truk bantuan per hari. Namun, Israel menuding Hamas mencuri bantuan sebelum dibagikan.

Hamas membantah tuduhan itu dan menegaskan sebagian besar truk tidak sampai ke tujuan karena pembatasan Israel. Data lokal menunjukkan hanya sekitar 145 truk per hari yang benar-benar menyalurkan bantuan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kini tidak lagi rutin mempublikasikan jumlah truk bantuan yang masuk ke Gaza seperti sebelumnya.

Tenda lusuh, musim dingin menanti

"Kondisinya sangat buruk. Tidak ada tenda yang layak, air bersih, makanan cukup, atau uang," kata Manal Salem (52), warga Khan Younis di Gaza Selatan, mengutip Reuters

Dia tinggal di tenda yang sudah 'benar-benar usang' dan khawatir tak akan mampu bertahan menghadapi musim dingin.

Meski begitu, PBB mencatat ada sedikit perbaikan sejak pertengahan Oktober. Menurut Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), angka anak-anak yang menderita malnutrisi akut turun dari 14 persen pada September menjadi 10 persen pekan lalu.

Lebih banyak keluarga kini dapat mengakses makanan, terutama di wilayah selatan, dan rata-rata penduduk bisa makan dua kali sehari, naik dari satu kali pada Juli.

Namun, perbedaan kondisi antara Gaza Selatan dan Utara masih mencolok. Di wilayah utara, situasi tetap jauh lebih buruk.

Balapan dengan waktu

"Kami berpacu dengan waktu," ujar Abeer Etefa, juru bicara senior WFP.

"Kami butuh akses penuh. Bantuan harus bergerak cepat. Musim dingin datang, orang-orang masih kelaparan, dan kebutuhannya sangat besar."

Sejak gencatan senjata, WFP telah mengirimkan sekitar 20 ribu ton makanan, baru separuh dari kebutuhan total dan membuka 44 dari 145 titik distribusi yang direncanakan.

Namun, variasi pangan masih sangat terbatas.

"Sebagian besar keluarga hanya mengonsumsi sereal, kacang-kacangan, dan bahan pangan kering. Daging, telur, sayur, dan buah hampir tak pernah mereka makan," kata Etefa.

Kekurangan bahan bakar, termasuk gas untuk memasak, semakin memperparah keadaan. OCHA melaporkan lebih dari 60 persen warga Gaza kini memasak dengan membakar sampah, yang meningkatkan risiko kesehatan.

Ancaman banjir dan penyakit

Selain pangan, kebutuhan akan tempat tinggal juga mendesak. Tenda-tenda mulai robek, sementara banyak bangunan yang masih berdiri tidak lagi aman atau layak huni.

"Kami akan segera memasuki musim hujan, ancaman banjir dan penyakit bisa meningkat karena tumpukan sampah di sekitar area permukiman," ujar Amjad al-Shawa, kepala kelompok lembaga kemanusiaan Palestina yang bekerja sama dengan PBB.

Dia memperkirakan baru 25-30 persen dari bantuan yang dijadwalkan berhasil masuk ke Gaza sejauh ini.

Shaina Low dari Norwegian Refugee Council mengatakan sekitar 1,5 juta warga Gaza membutuhkan tempat tinggal. Namun, pengiriman tenda, terpal, dan perlengkapan lain masih tertahan menunggu izin Israel.

"Situasi hidup di Gaza benar-benar di luar bayangan," ujarnya.

(tis/tis)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK