Respons Kemlu usai RI Disebut Negara Tujuan Pemindahan Warga Gaza

CNN Indonesia
Selasa, 18 Nov 2025 08:20 WIB
Respons Kemlu usai RI disebut jadi salah satu negara tujuan pemindahan paksa warga Gaza yang dikoordinasi Israel.
Respons Kemlu usai RI disebut jadi salah satu negara tujuan pemindahan paksa warga Gaza oleh Israel. Foto: CNNIndonesia/Riva Dessthania Suastha
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI buka suara usai beberapa laporan media menyebut Indonesia masuk daftar negara tujuan dugaan upaya pemindahan paksa warga Jalur Gaza, yang dilakukan Israel.

Hal ini usai heboh 153 warga Gaza tiba secara misterius di Afrika Selatan, dengan menggunakan pesawat carter pada Kamis (13/11) lalu. Aktivis yang menangani ratusan warga Palestina itu mengatakan penumpang naik ke pesawat tanpa mengetahui tujuan akhir mereka.

Menurut media Israel Haaretz, selain Afrika Selatan beberapa negara yang jadi tujuan upaya pemindahan warga Gaza ini adalah India, Malaysia, dan Indonesia. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI,  Yvonne Mewengkang, menegaskan sikap Indonesia terkait hal ini.

"Pemerintah Indonesia tidak pernah memfasilitasi pemindahan warga Gaza atau Palestina untuk masuk ke Indonesia," kata Yvonne ke CNNIndonesia.com pada Senin (17/11) malam.

"Indonesia menolak segala bentuk pemindahan paksa (forced displacement) warga Palestina dari Gaza karena bertentangan dengan hukum internasional dan prinsip two-state solution," imbuhnya. 

Yvonne menegaskan RI tak terlibat dalam proses tersebut dengan organisasi atau entitas mana pun. Dia juga memastikan RI tidak memiliki kebijakan penerimaan pengungsi Gaza melalui visa maupun penerbangan carter.

"Dalam sejumlah kasus, terdapat informasi bahwa sebagian warga Gaza berupaya mencari jalur keluar secara mandiri dan kemudian mendapat dukungan dari organisasi kemanusiaan atau pihak non-pemerintah. Indonesia tidak terlibat dalam proses tersebut," ujar Yvonne.

"Indonesia tidak memiliki kebijakan penerimaan pengungsi Gaza melalui visa atau penerbangan carter," imbuhnya.

Yvonne juga menjelaskan bahwa secara prinsip setiap pergerakan warga Gaza atau Palestina secara lintas batas adalah kewenangan otoritas setempat. Ini hanya bisa terjadi jika mendapat persetujuan pihak-pihak terkait di lapangan.

Meski demikian, dia menegaskan pemerintah RI terus melakukan pemantauan dan verifikasi terhadap setiap informasi pergerakan warga Gaza yang dikaitkan dengan Indonesia.

Jubir Kemlu ini juga kembali menegaskan posisi Indonesia terkait Palestina. Indonesia, kata dia, tetap konsisten mendukung rakyat Palestina, termasuk melalui bantuan kemanusiaan dan fasilitas perawatan medis.

"Sesuai arahan Presiden RI, Indonesia hanya menerima pasien Gaza yang terluka untuk perawatan medis secara sementara, sesuai kesepakatan pihak-pihak terkait, dan bukan untuk penampungan permanen," imbuh Yvonne.

Yvonne menjelaskan Indonesia akan terus memantau situasi dan memastikan setiap langkah tak bertentangan dengan dukungan Indonesia terhadap negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.

Sebelumnya, ratusan warga Palestina yang tiba tanpa dokumen di Afsel diduga diterbangkan oleh organisasi Al-Majd Europe, yang dituduh bertindak dalam koordinasi dengan otoritas Israel.

Media Israel menyebut organisasi itu dipimpin oleh seorang berkewarganegaraan ganda Israel-Estonia bernama Tomer Janar Lind. Lind disebut bekerja sama dengan sebuah unit di militer Israel yang bertugas memindahkan warga Palestina dari Gaza secara paksa untuk memfasilitasi beberapa penerbangan semacam itu.

Menurut laporan Haaretz, Lind tidak menyangkal mengatur penerbangan untuk warga Palestina, tetapi dia menolak untuk membocorkan informasi lebih lanjut.

Di media sosial, Al-Majd menyebarkan iklan yang menyatakan bahwa mereka mengoordinasikan "evakuasi dari zona konflik", dan memasang biaya cukup. Warga Palestina yang berangkat ke Afsel pekan lalu mengaku membayar sebesar US$2.000 atau sekitar Rp33 juta per orang untuk naik ke pesawat carter.

Salah satu warga Palestina yang ikut di pesawat, Loay Abu Saif, mengaku mendengar tentang Al-Majd dari iklan medsos. Saif mengatakan dia tak tahu kapan akan meninggalkan Gaza, sampai sehari sebelumnya ketika dia mendapatkan kabar bahwa penumpang hanya boleh membawa tas kecil, telepon seluler, dan sejumlah uang tunai. 

Mereka dibawa dengan bus dari Rafah di selatan Gaza ke perbatasan Karem Abu Salem (dikenal sebagai Kerem Shalom di Israel), di mana mereka diperiksa, lalu dipindahkan ke bandara Ramon di Israel, tanpa otoritas Israel membubuhkan cap pada dokumen perjalanan mereka.

.

(isa/dna)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER