Puluhan Pekerja Kirgistan dan China Bentrok di Tengah Gejolak Sosial
Sebuah bentrokan yang melibatkan pekerja China meletus di wilayah utara Kirgistan, mengungkap meningkatnya sentimen anti-China di negara Asia Tengah tersebut.
Puluhan pekerja konstruksi asal Kirgistan dan China terlibat baku hantam di desa Konstantinovka, Provinsi Chui, pada 15 November setelah perselisihan terkait jalan.
Polisi telah menahan 16 orang dan memanggil 44 orang lainnya, termasuk pekerja China, untuk dimintai keterangan. Seorang pekerja Kirgistan dilarikan ke rumah sakit.
Otoritas setempat berupaya meredam insiden itu, yang melibatkan sopir-sopir dari China Road & Bridge Corporation dan perusahaan Kirgistan, Zhongzi.
Lihat Juga : |
Namun bentrokan tersebut menyoroti kemarahan publik di Kirgistan atas proyek-proyek yang didanai China dan masuknya ribuan pekerja China ke negara yang masih bergulat dengan kemiskinan tersebut.
Beijing telah memperluas pengaruhnya di Asia Tengah dalam beberapa tahun terakhir, kawasan strategis yang kaya energi dan kini menjadi salah satu arena utama aktivitas ekonomi serta politik China.
Kirgistan menjadi lokasi sejumlah proyek infrastruktur besar yang didukung China, termasuk jalur kereta China-Kirgistan-Uzbekistan, sebuah megaproyek bernilai miliaran dolar yang bertujuan mengubah jalur perdagangan Timur-Barat, mempercepat waktu pengiriman antara China dan Eropa hingga satu pekan.
Seruan menahan diri
Otoritas Kirgistan menyerukan ketenangan setelah bentrokan tersebut. Menteri Luar Negeri Jeenbek Kulubaev menolak klaim bahwa pekerja China membanjiri negara tersebut, yang merupakan negara termiskin kedua di Asia Tengah, dan mengambil alih pekerjaan warga lokal.
"Warga China bekerja berdasarkan visa kerja. Kami punya rezim visa. Ketika visa mereka habis, mereka pergi," kata Kulubaev seperti dikutip kantor berita pemerintah, Kabar.
Daiyrbek Orunbekov, pejabat di kantor presiden, juga berupaya mengecilkan insiden tersebut. "Konflik bisa terjadi di mana pun ada manusia-itu sifat alami. Tidak tergantung etnis atau ras," tulisnya di Facebook.
"Lebih dari 1,5 juta warga Kyrgyzstan juga bekerja di negara lain, sama seperti warga China di sini. Mereka juga kadang terlibat perkelahian dan konflik. Jadi jangan mudah diprovokasi."
Namun pernyataan para pejabat itu gagal meredam kemarahan publik terkait keberadaan pekerja China di Kirgistan.
'Ketidakpuasan Sosial'
Sentimen anti-China mencerminkan kegelisahan lebih luas tentang jejak ekonomi China yang kian meluas di Kirgistan, kata para analis. Sekitar seperempat dari 873 juta dolar AS investasi asing langsung yang masuk ke negara tersebut pada 2024 berasal dari China.
Masuknya proyek-proyek besar yang didukung China menambah jumlah ribuan pekerja China yang telah bekerja lebih dulu di Kirgistan. Hal itu menyebabkan kekurangan hunian dan kenaikan harga sewa di sejumlah wilayah.
Perusahaan China sering membawa tenaga kerja sendiri, bukan mempekerjakan warga lokal, untuk menyelesaikan proyek infrastruktur-sebuah keluhan utama di kalangan masyarakat.
"Ada persepsi luas bahwa dalam proyek-proyek konstruksi besar-mulai dari staf teknik hingga buruh-mereka membawa orang-orang dari China," ujar analis ekonomi Nurgul Akimova kepada Layanan Kyrgyz dari RFE/RL.
Akimova mengatakan warga China "menyusun porsi signifikan" tenaga kerja di sektor seperti pertambangan dan konstruksi jalan, yang menciptakan kesan di kalangan warga lokal bahwa pekerja asing mengambil pekerjaan mereka.
"Jika masalah pengangguran tetap akut dan tenaga kerja murah dari China terus mengisi pasar, ketidakpuasan sosial akan meningkat," katanya.
Pengacara ternama Nurbek Toktakunov mengatakan kurangnya transparansi pemerintah turut menyuburkan sentimen anti-China.
"Sangat sedikit informasi tentang China-kerja sama seperti apa yang kita miliki, proyek apa yang sedang berjalan," katanya kepada Layanan Kyrgyz.
"Ketika informasi minim dan orang dibungkam saat bersuara, saat itulah xenofobia tumbuh. Satu-satunya cara melawannya adalah dengan transparansi," lanjut Toktakunov.
Ada pula kemarahan yang lebih luas atas perlakuan China terhadap warga Uyghur dan minoritas Muslim lainnya, termasuk etnis Kazakh, Kyrgyz, Tajik, dan Uzbek, di provinsi Xinjiang. Lebih dari 1 juta orang diyakini menghilang ke dalam jaringan kamp penahanan massal China dalam beberapa tahun terakhir. Namun pemerintah Asia Tengah sebagian besar memilih diam.
Insiden 15 November itu bukanlah titik panas pertama di Kirgistan. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa bentrokan yang melibatkan pekerja China dan proyek yang didanai China juga dilaporkan.
Pada 2019, puluhan pekerja China dilarikan ke rumah sakit setelah bentrok dengan warga lokal yang memprotes tambang emas milik investor China di negara tersebut.
Bentrokan yang melibatkan pekerja China juga dilaporkan di negara Asia Tengah lainnya, termasuk Kazakhstan, yang juga pernah menjadi lokasi protes anti-China.