Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi kembali panen kritik gegara menggelar rapat dengan stafnya pukul 03.00 waktu setempat untuk mempersiapkan sesi parlemen.
Dia juga mengaku hanya tidur 2-4 jam setiap hari karena pekerjaan yang menumpuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidur sekitar dua jam sekarang, paling lama empat jam. Saya merasa itu tak buruk untuk kulit saya," kata Takaichi di hadapan parlemen pada 8 November.
Di hadapan parlemen, Takaichi diminta menjelaskan kemungkinan perluasan batas kerja lembur, yang disebut demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
PM Jepang itu kemudian mengatakan pekerja dan pemberi kerja berbeda. Dia menyebut sebagian orang memilih untuk melakukan dua pekerjaan demi memenuhi perusahaan memberlakukan batasan ketat pada aturan lembur.
Takaichi menekankan perubahan apapun selama dia memimpin akan punya tujuan melindungi warga.
"Memang, jika kita bisa menciptakan situasi di mana orang-orang bisa menyeimbangkan tanggung jawab pengasuhan anak dan pengasuhan anak sesuai keinginan mereka, dan juga bisa bekerja, menikmati waktu luang, dan bersantai, itu akan ideal," ujar dia.
Rapat dini hari dan pamer jam tidur Takaichi Menuai kecaman dari netizen di X.
"Apakah itu cara untuk merasa tidak berdosa," kata salah satu netizen.
Warganet lain mengatakan kebiasaan tersebut bukan sesuatu yang harus dibanggakan.
"Tak ada yang perlu dibanggakan bahwa itu secara serius menghambat fungsi otak," ungkap netizen itu.
Warganet lain mengatakan tak ada yang meminta Takaichi untuk terus bekerja hingga larut.
"Tak ada yang memaksa Anda tetap melek dalam waktu lama, istirahat lah dan berhenti merengek," ucap dia.
Takaichi duduk di kursi kekuasaan pada November lalu. Ia jadi perdana menteri perempuan pertama di Jepang.
Sebelum jadi PM, dia menjadi Ketua Partai Demokrat Liberal. Saat itu, Takaichi berjanji untuk bekerja keras dan menyingkirkan work-life balance bagi diri sendiri.
"Saya akan bekerja, bekerja, bekerja, bekerja, dan bekerja," ungkap Takaichi.
Jepang lama menggodok aturan untuk memastikan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat, lantaran pekerja menghadapi tekanan berat di kantor.
(isa/rds)