Rusia menyatakan keterbukaan terhadap proposal Amerika Serikat untuk mengakhiri perang di Ukraina. Presiden Vladimir Putin pada Jumat menilai bahwa dokumen tersebut "dapat menjadi dasar penyelesaian damai final", meski dia menegaskan rencana itu belum dibahas secara substansial dengan Moskow.
"Saya percaya rencana itu bisa menjadi dasar bagi penyelesaian damai," ujar Putin. "Namun teks itu belum dibahas secara serius dengan kami, dan saya bisa menebak alasannya. Pemerintah AS belum bisa mendapatkan persetujuan dari Ukraina," kata dia, melansir EuroNews.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putin mengeklaim Kyiv dan sekutu Eropanya "masih memiliki ilusi" untuk mengalahkan Rusia secara strategis di medan perang.
Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyampaikan pesan jauh berbeda. Dalam pidato kepada publik pada Jumat malam, dia mengatakan Ukraina menghadapi salah satu momen paling sulit dalam sejarahnya, memilih antara mempertahankan kedaulatan atau menjaga dukungan vital dari Amerika Serikat.
Rencana yang diajukan AS dikabarkan mengharuskan Ukraina menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Rusia, sesuatu yang selama ini ditolak Kyiv, serta mengurangi postur militernya dan menutup jalan menuju keanggotaan NATO.
Zelenskyy tidak menolak rencana itu secara langsung. Dia menekankan perlunya diperlakukan secara adil sambil berjanji "bekerja dengan tenang" bersama Washington dan mitra lainnya.
"Tekanan terhadap Ukraina saat ini adalah salah satu yang terberat," katanya. "Kita mungkin menghadapi pilihan sangat sulit, kehilangan martabat atau berisiko kehilangan mitra kunci."
Presiden AS Donald Trump, dalam wawancara radio pada Jumat, mengatakan dia menginginkan jawaban dari Zelenskyy terkait rencana 28 poin itu paling lambat Kamis mendatang. Meski begitu, dia membuka peluang perpanjangan jika pembahasan berjalan baik.
"Jika semuanya berjalan baik, biasanya batas waktu dapat diperpanjang. Tapi Kamis adalah waktu yang kami anggap tepat," kata Trump.
Zelenskyy sebelumnya menyatakan kesediaan untuk bernegosiasi dengan AS dan Rusia, namun juga mengakui Ukraina tidak akan mendapatkan semua yang diinginkannya. Dia memperingatkan bahwa penolakan terhadap rencana AS dapat berujung pada hilangnya dukungan Washington.
Dalam pidatonya, dia meminta masyarakat Ukraina "berhenti saling bertikai", diduga merujuk pada skandal korupsi besar yang memicu kritik tajam terhadap pemerintah. Dia mengatakan perundingan pekan depan akan "sangat sulit".
Di tengah dinamika ini, para pemimpin Eropa berupaya menegaskan kembali dukungan mereka untuk Kyiv. Zelenskyy dikabarkan mengadakan panggilan telepon dengan Kanselir Jerman Friedrich Merz, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.
Merz mengatakan ketiga pemimpin Eropa itu berkomitmen memberikan "dukungan penuh dan tidak berubah" bagi Ukraina menuju perdamaian yang adil dan berkelanjutan.
Mereka juga berhati-hati menanggapi usulan AS yang dinilai mendadak dan mengejutkan Eropa. Namun, para pemimpin itu menyambut positif inisiatif Washington dan menyoroti pentingnya jaminan keamanan untuk Ukraina.
"Garis kontak saat ini harus menjadi titik awal perjanjian," demikian pernyataan bersama, seraya menegaskan bahwa Ukraina harus tetap mampu mempertahankan kedaulatannya secara efektif.
Starmer menambahkan, hak Ukraina untuk menentukan masa depannya "di bawah kedaulatannya sendiri" adalah prinsip fundamental yang tidak bisa dinegosiasikan.
(tis/tis)