UNHCR: 12 Ribu Orang di Dunia Masih 'Stateless', Tantangan Besar RI

CNN Indonesia
Selasa, 25 Nov 2025 20:05 WIB
Laporan terbaru UNHCR menunjukkan bahwa persoalan stateless atau tanpa kewarganegaraan masih menjadi isu global yang belum terselesaikan.
UNHCR mencatat sekitar 12 ribu orang di seluruh dunia masih hidup tanpa kewarganegaraan. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi)
Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia --

Laporan terbaru Komisioner PBB United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menunjukkan bahwa persoalan stateless atau tanpa kewarganegaraan masih menjadi isu global yang belum terselesaikan.

UNHCR mencatat sekitar 12 ribu orang di seluruh dunia masih hidup tanpa kewarganegaraan. Kondisi ini membuat mereka rentan kehilangan hak dasar seperti akses pendidikan, kesehatan, pekerjaan, hingga pencatatan kelahiran.

Padahal, sejumlah instrumen hukum internasional, mulai dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 hingga Konvensi Pengurangan Status Tanpa Kewarganegaraan 1961, menegaskan bahwa setiap orang berhak memiliki kewarganegaraan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Indonesia, persoalan stateless juga menjadi perhatian serius. Komnas HAM melaporkan terdapat sekitar 325.477 warga asal Indonesia yang berpotensi kehilangan kewarganegaraan. Sebagian besar berada di Malaysia, Tawau, dan negara tujuan pekerja migran lainnya.

Banyak dari mereka tinggal di luar negeri lebih dari lima tahun tanpa dokumen yang jelas, menikah dengan warga negara asing, atau tidak mengurus administrasi sehingga terancam tidak lagi diakui sebagai warga negara Indonesia.

Peneliti Utama Maslow Quest Foundation, Cassadee Orinthia Yan, menilai pemerintah Indonesia perlu meningkatkan kerja sama internasional dan memperkuat perlindungan bagi kelompok rentan ini.

Ia menilai bahwa ketiadaan kewarganegaraan berdampak panjang terhadap individu, mulai dari tidak diakuinya hak-hak dasar hingga kesulitan berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

Yan juga menyoroti kondisi para stateless person di Indonesia yang kerap menghadapi kendala serius. Mereka tidak dapat memiliki properti, kesulitan menikah secara resmi, hingga menghadapi hambatan dalam mendaftarkan kelahiran anak. Beberapa bahkan ditahan dalam waktu lama karena kesulitan membuktikan identitas dan asal-usul mereka.

Yan menegaskan perlunya langkah komprehensif agar Indonesia tidak hanya memiliki payung hukum, tetapi juga memastikan implementasi di lapangan berjalan efektif.

"Kelompok tanpa kewarganegaraan adalah kelompok paling rentan. Negara harus hadir untuk memastikan hak-hak mereka terlindungi," ujarnya.

Hingga kini, pemerintah masih terus berupaya memperbaiki mekanisme administrasi dan kerja sama internasional untuk mengatasi persoalan stateless yang terus berkembang di kawasan perbatasan maupun diaspora Indonesia.

Meski Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, implementasinya dinilai masih jauh dari harapan.

Yan mengkritik beberapa persoalan dalam UU tersebut, antara lain:

Diskriminasi dan ketimpangan hak

Penilaian sejumlah pihak menyebutkan adanya pasal yang membedakan hak anak WNI dari perkawinan campuran dan anak yang tidak.

Ketentuan tidak selaras dengan Pancasila dan HAM

Beberapa norma dinilai belum mencerminkan prinsip kesetaraan dan perlindungan HAM.

Penanganan lemah terhadap status stateless

Pasal 26-27 yang mengatur status tanpa kewarganegaraan dinilai belum berjalan efektif.

Prosedur dan birokrasi rumit

Proses naturalisasi dan pengakuan kewarganegaraan sering kali memakan waktu panjang dan berlapis.

Putusan Mahkamah Konstitusi dan revisi lambat

Meski beberapa pasal telah dinyatakan inkonstitusional, revisi UU dinilai belum menyentuh akar persoalan.

(tim/bac)


[Gambas:Video CNN]
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER