Jakarta, CNN Indonesia --
Denmark, Finlandia dan Singapura adalah tiga negara yang berada di perangkat atas sebagai negara bebas dari korupsi berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi dan Transparancy International.
Ketiga negara tersebut selalu berada dalam jajaran negara bersih selama beberapa tahun berturut-turut.
Mengapa ketiganya bisa menjalankan pemerintahan yang bersih?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Denmark
Denmark sudah lama dikenal sebagai negara terbersih dari kasus korupsi. Prestasi ini bukan barang baru bagi negara Skandinavia itu. Dilansir dari Corruption Perception Index, Denmark menduduki peringkat pertama dari 180 negara paling tidak korup di dunia dengan capaian skor 90 dari 100.
Dikutip dari Transparency International, alasan Denmark berhasil menjadi negara paling bersih dari korupsi karena penegakan hukum yang kuat.
Terdapat konsensus yang meyakinkan bahwa pemberantasan korupsi melibatkan partisipasi masyarakat dan mekanisme transparansi seperti keterbukaan informasi.
Selain itu, sistem integritas negara tersebut juga berfungsi dengan baik. Para pemimpin negara di Denmark juga memiliki komitmen yang kuat terhadap antikorupsi.
Denmark bahkan mewajibkan para menteri mereka untuk mempublikasikan informasi bulanan tentang pengeluaran perjalanan dan hadiah mereka.
Seluruh aspek tersebut saling berkorelasi sehingga menghasilkan tingkat korupsi yang lebih rendah. Studi terbaru juga menunjukkan bahwa, kebebasan pers turut berperan penting dalam mengendalikan korupsi di negara yang demokrasinya sudah mapan, salah satunya Denmark.
Bersambung ke halaman berikutnya...
2. Finlandia
Di Finlandia, sistem regulasi dibuat transparan, dan korupsi administratif hampir tidak ada. Kitab Undang-Undang Pidana memuat ketentuan terhadap penyuapan aktif dan pasif, penggelapan, penipuan, dan penyalahgunaan jabatan, dan individu serta perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran tersebut.
Pembayaran fasilitasi dilarang, sementara kepatutan pemberian hadiah dan jamuan bergantung pada nilainya, niat, dan potensi manfaat yang diperoleh.
Menurut laman ganintegrity, kerangka kerja anti-korupsi umumnya ditegakkan dengan baik dan sistem kontrol internal dan eksternal yang kuat, dan keterlibatan masyarakat sipil dalam pengelolaan urusan publik.
Risiko korupsi di lembaga peradilan Finlandia juga tergolong rendah. Pembayaran tidak teratur dan suap sangat jarang terjadi dalam sistem peradilan. Jajak pendapat publik menunjukkan bahwa warga negara tidak memberikan suap kepada hakim dan sistem peradilan dianggap sebagai salah satu lembaga yang paling tidak korup di Finlandia.
Sementara lebih dari empat dari lima bisnis menilai independensi hakim dan pengadilan cukup baik atau sangat baik.
Perusahaan menganggap lembaga peradilan efektif dalam memastikan penegakan kontrak komersial yang transparan, penyelesaian sengketa, dan penentangan terhadap peraturan.
Sekitar satu dari sepuluh hakim yang disurvei percaya bahwa hakim di Finlandia diangkat atau dipromosikan berdasarkan kemampuan dan pengalaman. Hanya sedikit hakim yang menyatakan kekhawatiran tentang menghadapi tekanan yang tidak pantas dalam pekerjaan mereka.
3. Singapura
Negara kecil tetangga Indonesia ini, salah satu di Asia yang selalu masuk dalam jajaran negara dengan tingkat korupsi rendah. Singapura memperoleh skor 84 poin tahun 2024 silam, meningkat satu poin dari tahun 2023 dan 2022.
Keberhasilannya dalam meminimalkan korupsi dapat dikaitkan dengan strategi ganda mereka, yaitu mengurangi peluang korupsi maupun insentif untuk pencegahan.
Di Singapura, kasus korupsi, baik oleh pejabat negara maupun swasta ditangani oleh lembaga bernama CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau's). Singapura menyebut korupsi adalah tindakan menerima, meminta untuk atau memberi gratifikasi apapun sebagai bujukan atau hadiah bagi seseorang untuk melakukan sesuatu dengan maksud korupsi.
Lewat Undang-Undang Pencegahan Korupsi (PCA), memberikan wewenang luas kepada CPIB untuk menyelidiki korupsi.
Di negeri ini, gratifikasi atau suap punya banyak bentuk, mulai dari uang, tindakan pelayanan seks, properti, janji, dan layanan. Sementara, imbalan yang termasuk bagian dari suap atau gratifikasi itu tak sekadar proyek atau keuntungan, namun bisa juga informasi rahasia atau hak istimewa lainnya.
Dan yang lebih penting adalah teladan pemimpin. Ketika pendiri Singapura Lee Kuan Yew menjadi Perdana Menteri pertama Singapura pada Juni 1959, ia menerima banyak hadiah dari para simpatisan yang ingin memastikan pertimbangan yang menguntungkan untuk permintaan mereka di masa depan. Namun, Lee menolak untuk menerima hadiah-hadiah ini untuk memberi contoh bagi rekan-rekan politiknya dan semua pegawai negeri sipil.
Seorang mantan pejabat senior pemerintah, Eddie Teo, mengungkapkan bahwa para pegawai negeri sipil memperhatikan dan mengikuti teladan Lee dan rekan-rekannya dan "tidak korup karena memang mereka tidak korup".
Eddie Teo dan rekan-rekannya "termotivasi oleh perilaku teladan yang ditunjukkan oleh atasan kami" karena "mereka menjalani kehidupan yang sederhana, hemat, dan tidak mencolok" dan hukum anti-korupsi diterapkan kepada semua orang, tanpa memandang posisi, oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB).