Hampir Separuh Warga Pakistan Rentan Miskin, Apa Penyebabnya?

CNN Indonesia
Senin, 29 Des 2025 08:19 WIB
Ilustrasi. Foto: REUTERS/Adrees Latif
Jakarta, CNN Indonesia --

Hampir 40-50 persen dari sekitar 240 juta penduduk Pakistan hidup di bawah atau di sekitar garis kemiskinan dan terus berjuang untuk bertahan hidup setiap hari.

Namun, konsultan psikiatri Murad Moosa Khan menilai persoalan kemiskinan di negara itu tidak bisa dipahami semata melalui angka statistik.

Murad menyebut jutaan warga Pakistan lainnya berada dalam kondisi sangat rentan dan dapat jatuh ke jurang kemiskinan hanya karena satu peristiwa buruk. Ia mengutip pandangan ekonom John Wall yang menyatakan bahwa pendapatan sebagian besar masyarakat Pakistan berada tepat di sekitar garis kemiskinan.

Kondisi tersebut membuat banyak keluarga mudah terperosok akibat faktor seperti kekeringan, gagal panen, sakitnya pencari nafkah utama, atau lonjakan harga kebutuhan pokok. Menurut Murad, ketidakstabilan ini menciptakan tekanan yang terus-menerus dan sulit dihindari.

Meski kemiskinan kerap dibahas dalam bentuk persentase, rasio produk domestik bruto, dan pertumbuhan ekonomi, Murad menilai ada aspek krusial yang selama ini diabaikan, yakni dampak psikologis dari kemiskinan kronis.

"Kemiskinan bukan hanya kondisi ekonomi, tetapi juga pengalaman psikologis yang memengaruhi cara orang berpikir, merasa, dan bertindak setiap hari," tutur Murad.

Beban mental yang tak terlihat

Menurut Murad, di balik statistik terdapat realitas emosional yang kompleks, mulai dari ketidakpastian, rasa malu, keputusasaan, hingga perasaan tidak berdaya yang terus-menerus. Ia menegaskan bahwa kemiskinan bukan sekadar kekurangan uang, melainkan juga hilangnya martabat dan kendali atas hidup.

Tekanan akibat inflasi, pengangguran, dan utang menciptakan beban kognitif berat bagi kelompok miskin. Beban ini, menurut Murad, kerap diabaikan oleh pembuat kebijakan maupun tenaga kesehatan.

Salah satu dampak psikologis paling merusak dari kemiskinan adalah ketidakpastian kronis. Keluarga miskin di pedesaan Sindh atau buruh harian informal di Karachi hidup dalam kecemasan permanen, mempertanyakan apakah mereka mampu memberi makan keluarga pada hari itu.

"Kondisi khawatir yang terus-menerus ini mengganggu daya ingat, konsentrasi, dan pengendalian emosi," ungkap Murad.

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini cenderung mengalami kecemasan tinggi dan kesulitan berkonsentrasi di sekolah, sementara orang dewasa sering mengalami kelelahan, mudah tersinggung, dan depresi. Dalam jangka panjang, otak menjadi terlatih untuk bertahan hidup, bukan berkembang.

Program pembangunan dan stigma sosial

Murad menilai kondisi psikologis tersebut membantu menjelaskan mengapa banyak program pembangunan gagal. Menurutnya, berbagai kebijakan menuntut perencanaan jangka panjang dan pengambilan keputusan rasional dari individu yang secara mental tidak memiliki ruang untuk itu.

Selain itu, ia menyoroti stigma kuat terhadap kemiskinan di Pakistan. Kaum miskin sering dilabeli malas, tidak berpendidikan, atau tidak bertanggung jawab. Sebaliknya, kelompok kaya kerap mengaitkan keberhasilan mereka dengan usaha pribadi, sambil mengabaikan peran pendidikan, warisan, dan kelas sosial.

"Akibatnya, orang miskin mulai menyalahkan diri sendiri atas kegagalan mereka, meski sebenarnya mereka hampir tidak memiliki kendali atas keadaan," tulis Murad.

Stigma yang terinternalisasi ini dinilai sangat merusak secara psikologis. Kaum miskin merasa inferior dan tidak layak, tersingkir dari pengambilan keputusan, serta menghadapi penghinaan sehari-hari, ketidakadilan, polusi, dan kekerasan yang menumpuk menjadi beban mental jangka panjang.

Tekanan berat bagi generasi muda

Bagi populasi muda Pakistan-lebih dari 60 persen berusia di bawah 30 tahun-kemiskinan membawa tekanan psikologis yang sangat besar. Dalam masyarakat yang mengagungkan kesuksesan dan kekayaan, anak muda miskin menghadapi rasa malu dan tekanan intens.

Mereka kerap diminta untuk "bekerja keras", tetapi dihadapkan pada peluang kerja yang terbatas. Kesenjangan antara aspirasi dan realitas ini, menurut Murad, memicu frustrasi dan kecemasan.

"Tidak mengherankan jika hampir setiap anak muda ingin meninggalkan negara ini," ujarnya.

Di saat yang sama, kaum miskin setiap hari menyaksikan kemewahan ekstrem di sekeliling mereka, mulai dari mobil mewah, rumah megah, kawasan elite berpagar, hingga pesta pernikahan dengan pengeluaran besar. Ketimpangan ini menciptakan disonansi kognitif yang memicu kemarahan, frustrasi, depresi, dan keputusasaan.

Krisis kesehatan mental dan seruan kebijakan

Murad mencatat bahwa Pakistan telah menghadapi krisis kesehatan mental, dengan sekitar satu dari empat orang diperkirakan menderita depresi atau gangguan kecemasan. Angka tersebut jauh lebih tinggi di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.

Namun, isu kesehatan mental masih terpinggirkan dalam kebijakan publik. Akses layanan kesehatan jiwa bagi kaum miskin hampir mustahil karena biaya, stigma, minimnya kesadaran, serta keterbatasan layanan.

Akibatnya, penderitaan psikologis sering muncul dalam bentuk keluhan fisik seperti kelelahan, sakit kepala, atau nyeri kronis, yang kerap salah diagnosis dan tidak tertangani dengan baik. Murad menolak anggapan bahwa kaum miskin "tahan banting".

"Pada kenyataannya, mereka tidak punya pilihan selain menanggung penderitaan psikologis secara diam-diam," tegasnya.

Murad menilai penanganan kemiskinan tidak cukup hanya melalui bantuan ekonomi. Reformasi ekonomi, menurutnya, tidak akan menyembuhkan luka emosional akibat kekurangan kronis. Pakistan membutuhkan kebijakan yang memulihkan martabat, rasa berdaya, dan harapan, termasuk perubahan wacana politik yang mengakui kaum miskin sebagai agen aktif.

Menurutnya, kemiskinan di Pakistan bukan hanya kegagalan ekonomi, tetapi juga krisis mental yang menggerus harapan dan melemahkan keyakinan pada kemajuan bersama.

"Jika Pakistan benar-benar menginginkan pembangunan yang inklusif, kesejahteraan mental harus ditempatkan di jantung agenda pengentasan kemiskinan," pungkasnya.

(dna)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK