Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak zaman dahulu sampai sekarang, membaca merupakan kebutuhan pokok bagi semua orang. Tanpa adanya kemampuan untuk membaca, orang akan menjalani kehidupan di dunia ini seperti buta, tidak tahu apa-apa, selalu tertinggal dan mudah dibodohi.
Tuntutan untuk membaca yang harus dikuasai oleh semua orang, bukan berarti tanpa ada kesulitan atau hambatan. Karena, banyak juga orang yang tidak bisa membaca dengan baik karena suatu gangguan perkembangan.
Gangguan perkembangan untuk membaca ini disebut disleksia. Penderitanya mengalami gangguan untuk mengenal huruf, simbol, angka dan bentuk grafis lainnya.
Banyak orang berpendapat, bahwa orang yang tidak bisa membaca itu bagi mereka yang bodoh. Padahal anggapan semacam itu salah, karena bisa jadi mereka yang tidak bisa membaca itu mengalami disleksia.
Disleksia ini dialami oleh 5 persen orang dewasa di dunia ini, dan 10 persen anak-anak dengan daya penglihatan dan kecerdasan yang normal. Anak-anak yang mengalami disleksia ini biasanya dapat berbicara dengan normal.
Tetapi, mereka akan mengalami kesulitan dalam mempelajari, memahami dan mengutarakan bentuk simbol yang berupa kata-kata, huruf, angka dan simbol. Serta lebih suka dengan sesuatu yang imajinatif, seperti gambar.
Melukis tak melulu harus di kanvas. Memamerkannya pun tak harus di dalam galeri berdinding kaku dengan cat berwarna kelabu. Pameran lukisan bisa dilakukan di manapun. Bahkan di atas gunung.
Aqil Prabowo (11), pelukis muda yang kini bernaung di bawah komunitas Do Art, memiliki kecintaan besar akan melukis dan penuh imajinasi. Namun putra pertama Amalia Prabowo ini mengalami kesulitan membaca dan menulis sejak kecil.
Saat berusia enam tahun, Aqil positif didiagnosa mengalami disleksia, meski perkembangannya tidak berhenti sama sekali. Aqil mendapatkan berbagai terapi untuk membantunya. Melalui terapi-terapinya Aqil menemukan inspirasi untuk menyampaikan pesan pada kawan-kawannya lewat lukisan.
"Terapi-terapi yang didapatkan Aqil bersifat menyenangkan, dari menggambar pola, jalan kaki, menyiram bunga, dan mencuci sepeda," ujar Amalia Prabowo, Ibunda Aqil Prabowo, kepada CNN Student, di Serpong, beberapa waktu lalu.
Terapi-terapi seperti ini membantu tangan dan kaki Aqil berkoordinasi lebih sering. Salah satu terapi yang membuat Aqil terinspirasi untuk berkarya adalah terapi menggambar pola dan berjalan kaki. Melukis juga membuatnya lebih tegar menjalani berbagai terapi yang lama dan melelahkan.
Keseringannya membuat gambar berpola membuat Aqil merasa bosan. Amalia melakukan terapi yang mengharuskannya hiking dan membuatnya sering mengunjungi wisata alam, tidak hanya sekadar pernah berjalan di Gunung Pancar tetapi juga pernah hiking ke Gunung Gede.
Dari situ ia mulai menemukan inspirasi untuk mulai mengubah pola gambarnya. Aqil mulai menggambar benda-benda hidup, seperti pohon, jamur, dan bunga yang dibuat menjadi pola pada gambar-gambarnya. Tidak hanya itu, dengan terapinya ia memiliki empati terhadap lingkungan terutama dengan tambahan pengetahuannya tentang penggundulan hutan dan kerusakan lingkungan.
"Dengan gambar-gambar yang dihasilkan, Aqil ingin menyampaikan kepada teman-temannya untuk mencintai hutan dan agar lebih banyak beraktivitas di alam," tambah Amalia.
Amalia melihat bahwa ada yang berbeda dari anaknya dibandingkan anak-anak lainnya sejak Aqil memulai terapinya. Amalia merasa Aqil memiliki empati tinggi terhadap berbagai hal, yang juga membuat ibunya lebih peka terhadap berbagai hal.
"Dengan ia sering berjalan-jalan ke hutan, Aqil menjadi lebih berempati ke banyak hal. Ia tidak manja, tidak kekanak-kanakan. Padahal saya tidak merasa mendidik dia seperti itu," lanjut Amalia bercerita.
Mengidap disleksia berat yang menjadikannya semi-autis tidak membuat Aqil kesulitan berkomunikasi dengan teman-temannya. Amalia bercerita dengan terapinya di alam dan menggambar, Aqil semakin percaya diri untuk mengajak teman-temannya ke alam. Bahkan Aqil bisa berkata, “Makanya main ke hutan biar bisa gambar kayak saya.”
Selain itu Aqil juga memiliki daya imajinasi yang sangat tinggi, Amalia mengaku ia sering mengalami kejadian-kejadian unik saat berjalan di alam dengan anaknya. Aqil pernah tiba-tiba berhenti dan bilang kalau sepatunya ingin berbicara dengan jamur. Lalu pernah juga kita berhenti untuk menunggu bunga mengucapkan salam perpisahan kepada kami.
Alam yang terbuka dan luas dengan cahaya dan sinar matahari dan udara segar adalah suasana yang baru untuk anak seperti Aqil yang tumbuh dan menghabiskan sebagian besar waktunya di ruang kota yang tertutup dan monoton. Kegemaran Aqil ini juga membuat Amalia yang menjadi wanita karier meninggalkan imajinasi-imajinasi kanak-kanaknya jauh di belakang justru bangkit kembali.
"Karena Aqil membuat saya menyelami imajinasi anak-anak, saya justru jadi lebih menghormati banyak hal," tambah amalia.
(ded/ded)