Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat terorisme sekaligus mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai menilai
travel warning yang dikeluarkan Australia dan Amerika Serikat belakangan ini adalah hal wajar.
"Travel warning itu adalah bagian dari kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap warga negaranya di luar negeri. Kita pun juga bisa melakukan hal yang sama jika ada bahaya mengancam warga negara kita di luar negeri," kata Ansyaad kepada CNN Indonesia, Rabu (7/1).
Dia menyatakan,
travel warning yang diterbitkan juga bukan suatu hal yang mengada-ngada. Menurutnya, sudah jelas terlihat di Indonesia memang ada ancaman teror, terutama dari kelompok Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kan tidak mengada-ngada. Kita lihat beberapa waktu terakhir ada penangkapan teroris. Kita tahu ISIS di Irak dan Suriah seperti apa, dan warga negara kita sudah ada yang berangkat ke sana," ujarnya.
Dia juga mengungkapkan, di Indonesia memang marak dukungan untuk kelompok yang dipercaya sangat berpotensi mengganggu keamanan negara ini. "Di berbagai tempat ada marak dukungan bahkan berbai'at untuk ISIS. Memang mesti kita waspadai."
"Mestinya, kita juga secara internal memberikan
public warning akan ada ancaman teror," ujarnya menegaskan. Harusnya, tanpa ada
travel warning dari negara lain, warga kita harus diperingatkan."
Meski begitu, setelah Amerika Serikat mengeluarkan peringatan berkunjung ke Surabaya terkait ancaman terorisme yang diduga akan meningkat, pada Jumat (3/1) lalu, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Sutarman justru menyatakan Surabaya aman.
"Tidak ada pemberitahuan ke Polri (dari AS), tapi Menteri (Luar Negeri Retno Marsudi) memberitahukan ada
travel warning di Surabaya. Tapi saya nyatakan Surabaya aman," ujarnya di Markas Polda Jawa Timur, Surabaya, Senin (5/1).
Menanggapi ini, Ansyaad menyatakan itu wajar saja dilakukan jika tujuannya adalah menenangkan warga. Namun, dia mengungkapkan, saat ini paradigma masyarakat tentang keamanan dari aksi teror sudah berbeda dengan masa lalu.
"Kalau dulu aparat siaga di suatu tempat, orang akan takut karena tempat itu dianggap tidak aman. Tapi sekarang justru makin banyak keamanan berjaga masyarakat lebih suka," kata Ansyaad.
Menurutnya, pengamanan ketat dipercayai masyarakat sebagai sebuah bentuk komitmen terhadap pemberantasan terorisme.
Belum lama ini, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia, DFAT,telah memperbarui imbauan perjalanan atau
travel advice di Indonesia, menyusul tingkat ancaman terorisme yang meningkat di beberapa kota, termasuk Surabaya.
Pemerintah Australia mengimbau warganya mempertimbangkan kembali untuk berkunjung ke wilayah-wilayah di Indonesia yang pernah terjadi konflik separatis atau serangan teroris.
Dalam imbauannya, DFAT juga memperingatkan bahwa petugas imigrasi Indonesia kemungkinan tidak akan memperbolehkan masuk warga Australia yang memiliki catatan kriminal.
Peringatan Australia ini menyusul langkah serupa dari Amerika Serikat yang mengeluarkan peringatan berkunjung ke Surabaya, terkait ancaman penyerangan ke hotel dan bank milik AS.
Pada Sabtu (3/1), Kedubes AS melalui laman resminya memperingatkan ancaman keamanan bagi warganya di Surabaya. Dalam laman tersebut, ada potensi ancaman terkait hotel-hotel dan bank-bank AS di Surabaya. Amerika pun merekomendasikan peningkatan kewaspadaan bagi warganya yang mengunjungi fasilitas yang berafiliasi dengan Amerika di Surabaya.
(meg)