PELAYANAN PUBLIK

Hambat Investasi, Ombudsman Minta SK Menhut Dicabut

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Sabtu, 10 Jan 2015 08:11 WIB
Rekomendasi pencabutan dilakukan setelah diketahui bahwa BBK telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas lewat tiga peraturan pemerintah.
Kepala Badan Pengusahaan Batam Mustofa Widjaya (kiri), Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana (tengah), Menko Kemaritiman Dwisuryo Indroyono Susilo (ketiga dari kanan), dan Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto tengah melakukan audiensi terkait SK Menhut Nomor 463 di kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (9/1). (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman RI (ORI) merekomendasikan pencabutan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan tentang kawasan hutan di Batam, Bintan, dan Karimun (BBK). Rekomendasi pencabutan dilakukan setelah diketahui bahwa BBK telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas lewat tiga peraturan pemerintah.

"Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan wajib menerbitkan keputusan baru untuk menetapkan kawasan hutan dan bukan kawasan hutan di Provinsi Kepulauan Riau berdasar hasil penelitian Tim Terpadu," ujar Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana, di kantornya, Jakarta, Jumat (9/1).

SK dengan Nomor 463/Menhut-II/2013 tersebut ditandatangani oleh mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Penerbitan SK tersebut dinilai telah menghambat pengembangan investasi di tiga kawasan. Sementara ketentuan yang menyebut bahwa BBK merupakan kawasan perdagangan tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007, dan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2007.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasar data Badan Pengusahaan Batam, 22 ribu rumah dan 49 galangan kapal berada di lokasi hutan. Padahal seluruhnya telah mengantongi izin pemerintah. Selain itu, layanan perizinan investasi lain juga terancam tak dapat diberikan.

Ombudsman juga merekomendasikan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional, Kepala Kanwil BPN Kepulauan Riau, dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Batam untuk menyelenggarakan pelayanan publik sesuai kewenangan.

Menurut Danang, rekomendasi itu didasari alasan ada penolakan permohonan penerbitan Setifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas kawasan itu.

"Pelayanan publik tidak boleh berhenti karena antar lembaga pemerintahan berselisih. Kasihan, korbannya masyarakat dan investor," ujar Danang.

Merujuk Pasal 38 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang PRI, rekomendasi Ombudsman tersebut wajib dilaksanakan dan dilaporkan dalam waktu 60 hari.

Menanggapi rekomendasi tersebut, Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto menyatakan, akan mengkaji duduk persoalan sekaligus rekomendasi Ombudsman. Bambang belum dapat memastikan akan mencabut SK tersebut atau tidak.

"SK yang ada tetap berlaku tapi tetap ada kajian atas rekomendasi. Rekomendasi ORI akan jadi pertimbangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengambil keputusan," ujar Bambang di kantor ORI, Jakarta, Jumat (9/1).

Pemerintah Batam sebelumnya telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Majelis hakim memutuskan SK Menhut tersebut telah dibatalkan. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut dari pemerintah untuk menangani kekosongan hukum tersebut. (rdk/obs)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER